Berikutadalah kunci jawaban dari pertanyaan "Perhatikan Tabel Kolom dibawah ini ! KOLOM I Memiliki rasa hormat dan menghargai kitab suci Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain yang meremehkannya Hidup manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber pada kitab suci KOLOM II Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain
67% found this document useful 3 votes14K views7 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?67% found this document useful 3 votes14K views7 pagesPerkembangan Hukum Hindu - Sumber Hukum HinduJump to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Didalam kitab ini, Kiai Aniq berusaha untuk menerjemahkan dan menjelaskan bait-bait alfiyyah secara gamblang, dan melengkapinya dengan catatan-catatan ta'liqat yang bersumber dari kitab-kitab babon Kajian Ilmu Nahwu, seperti: - Syarah Ibnu 'Aqil karya Syekh Baha'uddin Abdullah Ibnu 'Aqil,
Home Pendidikan 54 Kelas XII SMA Semester 1 Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang dengan pesat khususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara Puja, Gde. 198482 . Pelembagaan aliran Yajnyawalkya dan Wijnaneswara yang di atas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena adanya ulasan-ulasan yang diketengahkan oleh penulis-penulis Dharmasastra sesudah Maha Rshi Manu yaitu Medhati 900 SM, Kullukabhata 120 SM, setidak-tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan zaman saat itu dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia. Penggaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia nampak jelas pada zaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran-ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu dimasa penyebaran Agama Hindu keseluruh pelosok negeri. Bersamaan dengan penyebaran Hindu, diturunkanlah undang-undang yang mengatur praja wilayah Nusantara dalam bentuk terjemahan-terjemahan kedalam bahasa Jawa Kuno. Adapun aliran yang mempengaruhi Hukum Hindu di Indonesia yang paling dominan adalah Mithaksara dan Dayabhaga. Hukum-hukum Tata Negara dan Tata Praja serta Hukum Pidana yang berlaku sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawadharmasastra, hal ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan-kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di Indonesia, yang khususnya dapat dilihat pada hukum adat di Bali. Istilah-istilah wilayah hukum dalam rangka tata laksana administrasi hukum dapat dilihat pada desa praja. Desa praja adalah administrasi terkecil dan bersifat otonom dan inilah yang diterapkan pada zaman Majapahit terbukti dengan adanya sesanti, sesana dengan prasasti- prasasti yang dapat ditemukan diberbagai daerah di seluruh Nusantara. Lebih luas lagi wilayah yang mengaturnya dinamakan grama, dan daerah khusus ibu kota sebagai daerah istimewa tempat administrasi tata pemerintahan dikenal dengan nama pura, penggabungan atas pengaturan semua wilayah ini dinamakan dengan istilah negara atau rastra. Maka dari itu hampir seluruh tatanan kenegaraan yang dipergunakan sekarang ini bersumber pada Hukum Hindu. Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 55 Manusia dalam pergaulan dan menjalankan kehidupan ini mereka diatur oleh undang-undang yang dibuat oleh lembaga pembuat undang-undang. Lembaga pembuat undang-undang dibuat oleh manusia, oleh karena itu undang-undang adalah buatan manusia. Di samping itu ada pula undang-undang yang bersifat murni, yaitu undang-undang yang dibuat oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, yang juga disebut Wahyu Tuhan. Wahyu inilah yang dihimpun dan dikodiikasi menjadi “Kitab Suci”. Sehingga Kitab Suci adalah semacam undang-undang yang pembuatnya adalah Tuhan Yang Maha Esa dan bukan dibuat oleh manusia apauruseya. Keharmonisan hidup ini sangat tergantung pada keberadaan hukum yang berlaku di lingkungan sekitar kita. Baik tidaknya pelaksanaan hukum tersebut juga sangat tergantung pada siapa yang menjadi pengambil keputusan dari pelaksananya. Hukum alam disebut dengan istilah Rta, dikuasai oleh “Rtavan” Tuhan Yang Maha KuasaIda Sang Hyang Paramakawi sebagai penciptanya. Demikian juga bentuk hukum yang lainnya, sangat tergantung dengan siapa pembuatnya, mengapa, dan dimana dibuatnya. Apakah hukum itu? Hukum ialah peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok agar tercipta suasana yang serasi, tertib dan aman. Hukum ini ada yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum inilah yang merupakan undang-undang. Di dalam sebuah Negara, undang-undang dari semua undang-undang disebut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar itu mengatur pokok-pokok yang menjadi sendi kehidupan bernegara dan dari undang-undang dasar itu dibuat undang-undang pokoknya. Seperti halnya dengan undang-undang dasar, dalam kehidupan beragama, semua peraturan dan ketentuan-ketentuan selanjutnya dirumuskan lebih terinci dengan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam kitab suci itu. Tingkah laku manusia yang baik, yang menjadi tujuan di dalam pengaturan kehidupan ini disebut Darmika. Dharma adalah perbuatan-perbuatan yang mengandung hakekat kebenaran yang menyangga masyarakat dharma dharayate prajah. Untuk memperoleh kepastian tentang kebenaran ini setiap tingkah laku harus mencerminkan kebenaran hukum dharma, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang yang menguasainya. Hukum adalah peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah maupun berlakunya itu secara alamiah, yang kalau perlu dipaksakan agar peraturan tersebut dipatuhi sebagaimana yang ditetapkan. 56 Kelas XII SMA Semester 1 Hukum sebagai peraturan hidup berfungsi membatasi kepentingan dari setiap pendukung hukum subyek hukum, menjamin kepentingan dan hak mereka masing-masing, serta menciptakan pertalian-pertalian guna mempererat hubungan antara mereka dan menentukan arah bagi terciptanya kerjasama. Tujuan yang hendak dicapai dari adanya hukum itu adalah suatu keadaan yang damai, adil, sejahtera, dan bahagia. Untuk tercapainya hal tersebut maka didalam hukum itu harus mengandung sanksi yang bersifat tegas dan nyata. Hukum berfungsi sebagai pengendalian sosial agar tercapai ketertiban. Ketertiban adalah merupakan syarat pokok dalam masyarakat. Agar ketertiban ini bisa tercapai maka perlu adanya kepastian hukum di dalam masyarakat, yang mampu menciptakan masyarakat yang tenang, tentram, damai, adil, sejahtera dan bahagia. Dalam ilmu hukum dibedakan antara Statuta Law dengan Common Law atau Natural Law. Statuta Law adalah hukum yang dibentuk dengan sengaja oleh penguasa, sedangkan Common Law atau Natural Law adalah hukum alam yang ada secara alamiah. Unsur-unsur yang terpenting dalam peraturan-peraturan hukum memuat dua hal, yaitu 1. Unsur-unsur yang bersifat mengatur atau normatif. 2. Unsur-unsur yang bersifat memaksa atau represif. Dalam hal ini umat Hindu yang juga merupakan warga Negara Indonesia, mereka harus tunduk pada dua kekuasaan hukum, yaitu 1. Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara seperti UUD, Undang-Undang dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. 2. Hukum yang bersumber pada kitab suci, sesuai dan menurut agamanya. Kebutuhan akan pengetahuan tentang Hukum Hindu dirasakan sangat penting oleh umat Hindu untuk dipelajari dan dipahami dalam rangka melaksanakan dharma agama dan sebagai wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber segala yang ada, disamping umat Hindu juga sebagai warga Negara yang terikat oleh hukum nasional. Hukum Hindu penting untuk dipelajari karena 1. Hukum Hindu merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku bagi masyarakat Hindu di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2, serta pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Untuk memahami bahwa berlakunya hukum Hindu di Indonesia dibatasi oleh falsafah Negara Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang Dasar 1945. Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 57 3. Untuk dapat mengetahui persamaan dan perbedaan antara hukum adat Bali dengan hukum agama Hindu atau hukum Hindu. 4. Untuk dapat membedakan antara adat murni dengan adat yang bersumber pada ajaran-ajaran Agama Hindu. Muncul dan tumbuhnya aliran-aliran hukum Hindu ini adalah merupakan fenomena sejarah perkembangan hukum Hindu yang semakin meluas dan berkembang. Bersamaan dengan itu pula maka muncullah kritikus-kritikus Hindu yang membahas tentang berbagai aspek hukum Hindu, serta bertanggung jawab atas lahirnya aliran-aliran hukum tersebut. Sebagai akibatnya timbulah berbagai masalah hukum yang relatif menimbulkan realitas kaidah-kaidah hukum Hindu diantara berbagai daerah Hindu. Dua dari aliran hukum yang muncul itu akhirnya sangat berpengaruh bagi perkembangkan hukum Hindu di Indonesia, terutama aliran Mitaksara, dengan berbagai pengadaptasiannya. Di Indonesia kita mewarisi berbagai macam rontal dengan berbagai nama, seperti Usana, Gajahmada, Sarasamuscaya, Kutara Manawa, Agama, Adigama, Purwadigama, Krtapati, Krtasima. Di antara rontal-rontal itu yang memuat tentang sasana adalah Rajasasana, Siwasasana, Putrasasana, Rsisasana dan yang lainnya. Semuanya itu adalah merupakan gubahan yang sebagian bersifat penyalinan dan sebagian lagi bersifat pengembangan. Penting untuk kita ketahui sumber hukum dalam arti sejarah adalah adanya Rajasasana yang dituangkan dalam berbagai prasasti dan paswara-paswara yang dipergunakan sebagai yurisprudiensi hukum Hindu yang dilembagakan oleh para raja-raja Hindu. Hal semacam inilah yang nampak pada kita yang secara garis besarnya dapat dikemukakan sebagai hal mengenai sumber- sumber hukum Hindu berdasarkan atas sejarahnya. Demikianlah uraian singkat dari sejarah adanya perkembangan hukum Hindu yang patut kita pedomani bersama untuk mewujudkan ketertiban umat sedunia. Latihan 1. Apa yang anda ketahui tentang sejarah hukum Hindu? Jelaskanlah 2. Apakah sejarah yang berhubungan dengan hukum Hindu merupakan sumber hukum Hindu? Jelaskanlah 3. Bagaimana tumbuh kembang keberadaan sejarah hukum Hindu yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal anda? amati dan diskusikanlah dengan orang tua anda atau yang dituakan, selanjutnya buatlah laporannya sesuai petunjuk bapakibu guru yang mengajar di kelas anda 58 Kelas XII SMA Semester 1 4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya seseorang yang dapat mengenal sejarah agama nya dengan baik? Tuliskanlah pengalaman anda 5. Bila seseorang mengenal sejarah agamanya dengan baik dan atau tidak mengenalnya, apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kuarto; 4-3-3-4 B. Sumber-Sumber Hukum Hindu Perenungan. “úrutis tu vedo wijñeyo dharmasàstram tu vai småtiá, te sarvàrtheûvamimàýsye tabhyàm dharmo hi nirbabhau. Terjemahan Yang dimaksud dengan Sruti, adalah Veda dan dengan Smrti itu adalah dharmasàstra, kedua macam pustaka suci ini tidak boleh diragukan kebenaran ajarannya, karena keduanya itulah sumber Dharma Manawa Dharmasastra, Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharsi tentang penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis sebagai sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda Sruti adalah kitab suci Hindu yang berasal dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi WasaTuhan Yang Maha Esa yang didengar langsung oleh para Maharsi, yang isinya patut dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti adalah kitab suci Hindu yang ditulis oleh para Maharsi berdasarkan ingatan yang bersumber dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi WasaTuhan Yang Maha Sumber http 11-07-2013 Gambar Maha Rsi Vyāsa Penulis Veda Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 59 Esa, yang isinya patut juga dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti sebagai sumber Hukum Hindu dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu 1. Kelompok VedanggaBatang tubuh Veda Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa . 2. Kelompok UpaVeda Veda tambahan Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Veda dan Gandharwa Veda . Bagian terpenting dari kelompok Vedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma. Sedangkan sumber hukum Hindu yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu adalah dapat dilihat dari berbagai kitab-kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Veda diantaranya 1. Kitab Sarasamuscaya 2. Kitab Suara Jambu 3. Kitab Siwasasana 4. Kitab Purwadigama 5. Kitab Purwagama 6. Kitab Devagama Kerthopati 7. Kitab Kutara Manawa 8. Kitab Adigama 9. Kitab Kerthasima 10. Kitab Kerthasima Subak 11. Kitab Paswara Dari berbagai jenis kitab di atas memang tidak ada gambaran yang jelas atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Semua kitab tersebut memuat berbagai peraturan yang tidak sama satu dengan yang lainya karena masing- masing kitab tersebut bersumber pada inti pokok peraturan yang ditekankan. Bidang-bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri dari 1. Bidang Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran-ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain; 60 Kelas XII SMA Semester 1 a. Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma. b. Ajaran-ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konsekuensi atau akibat sanksi . c. Tiap-tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan zaman atau waktu dan dimana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib hukumnya dilaksanakan. d. Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional. 2. Bidang Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini banyak diatur tentang konsekuensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan hukum perdata dan pidana. Lembaga yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif, yang menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian, dan jika tidak berhasil maka ke pengadilan. 3. Bidang Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara, dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Disamping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok-kelompok hukum yang disebut ; Warna, Kula, Gotra, Ghana, Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kekuasaan Yudikatif diletakkan pada tangan seorang raja atau kepala negara, yang bertugas, memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat. Raja dibantu oleh Devan Brahmana yang merupakan Majelis Hakim Ahli, baik sebagai lembaga yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan dharma sabha, pengadilan biasa dharmaastha, pengadilan tinggi pradiwaka dan pengadilan istimewa. Bagi umat sedharma atau masyarakat yang beragama Hindu, sumber hukumnya adalah kitab suci Veda. Ketentuan mengenai Veda sebagai sumber Hukum Hindu dinyatakan dengan tegas di dalam berbagai jenis kitab suci veda. Sruti
Demikiankata (mantra) di saat Paramashiwa berubah wujud, dalam yoganya Bhatara Mahadewa yang diutus oleh Sang Hyang Purusangkara. Hambalah yang akan menjaga segala bentuk pelaksanaan dari Gama Tiga-. 2a. nahan ta lwir nihen, igama, ugama, agama. Pangéstunia, ikang igama kagelaraning kasukman, ikang agama pakretining jagat mandhala.
OM SWASTYASTUDoa Sebelum Belajar Om Saraswati Namastubhyam Warade Kama Rupini Widyarambham Karaaksami Siddhir Bahvantu Me Sadha Om gururbrahma gururvishnu Gururdevo maheswarah Guru saksatparabrahma Tasmai sri gurave namah Om Santih Santih Santih OmBukti-bukti monumental peninggalan Prasejarah dan Sejarah Perkembangan Agama Hindu di IndonesiaApa saja sih bukti peninggalanprasejarah di Indonesia??? “Zaman Prasejarah tidak meninggalkan bukti-bukti berupa tulisan. Zaman prasejarah hanya meninggalkan benda-benda atau alat-alat hasil kebudayaan manusia. Peninggalan seperti itu disebut dengan artefak. Artefak dari zaman prasejarah terbuat dari batu jaman batu atau teknologi jaman batu tanah liat dan perunggu”Berikut adalah bukti-bukti peninggalan Prasejarah di Indonesia M A K A NMata Panah Alat Serpih Kapak Genggam Alat dari Tanah liat NekaraMata panah adalah merupakan Alat serpih adalah merupakan Kapak genggam juga disebut dengan Alat dari tanah liat adalah Nekara adalah semacambenda prasejarah berupa alat batu pecahan sisa dari nama kapak perimbas. Alat ini berupa peralatan jaman pra sejarah yangberburu yang sangat penting. Selain pembuatan kapak genggam batu yang dibentuk menjadi semacam dibuat dari tanah liat. Benda- berumbung dari perunggu yanguntuk berburu, mata panah yang dibentuk menjadi tajam. kapak. Daerah atau tempat benda tersebut antara lain;digunakan untuk menangkap ikan, Ditemukan daerah Punung, ditemukannya benda prasejarah ini Gerabah, alat ini dibuat secara berpinggang di bagianmata panah dibuat bergerigi. Selain Sangiran, dan Ngandong adalah di wilayah Indonesia, antara lain sederhana, tapi pada masaterbuat dari batu, mata panah juga lembah Sungai Bengawan di; Lahat Sumatera Selatan, Kalianda perundagian alat tersebut dibuat tengahnya dan sisi atasnyaterbuat dari tulang. Daerah Solo; Gombong Jawa Tengah; Lampung, Awangbangkal Kalimantan dengan teknik yang lebih majuditemukan benda prasejarah adalah lahat; Cabbenge; dan Selatan, Cabbenge Sulawesi Selatan tertutup. Adapun tempatdi; Gua Lawa, Gua Gede, Gua Mengeruda Flores Nusa dan Trunyan Jatim, Gua Cakondo, Gua Tenggara Timur ditemukannya NekaraTomatoa kacicang, Gua Saripasulsel. perunggu di negara kita antara lain seperti di; Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar dan Kepulauan Beliung Persegi Kapak Lonjong Bangunan megalithicSumateralith nama lainnya adalah Beliung persegi adalah merupakan alat Kapak Lonjong adalah merupakan alat Bangunan megalithic adalahKapak genggam Sumatera. Teknik alat-alat penemuan jaman prasejarah penemuan jaman prasejarah yangatau cara pembuatannya adalah dengan permukaan memanjang dan berbentuk lonjong. Seluruh permukaan bangunanbangunan yang terbuat darilebih halus dari kapak perimbas. berbentuk persegi empat. Seluruh alat tersebut telah digosok halus. SisiBagian tajam sudah ada pada di permukaan alat tersebut telah digosok pangkal agak runcing dan diikat pada batu besar didirikan untuk keperluankedua sisi. Cara menggunakannya halus. Sisi pangkal diikat pada tangkai, tangkai. Sisi depan lebih melebar danmasih digenggam. Daerah tempat sisi depan diasah sampai tajam. diasah sampai tajam. Alat ini dapat kepercayaan. Bentuk bangunan iniditemukannya benda prasejarah ini Beliung persegi berukuran besar digunakan untuk memotong kayu danadalah bertempat di daerah berfungsi sebagai cangkul. Daerah berburu. Daerah ditemukan benda ini biasanya tidak terlalu halus, hanyaLhokseumawe Aceh dan Binjai tempat ditemukan benda prasejarah ini adalah di wilayah Negara KesatuanSumut adalah di beberapa daerah Indonesia, Republik Indonesia NKRI seperti di; diratakan secara sederhana untuk seperti; Sumatera, Jawa, Bali, Lombok Sulawesi, Flores, Tanimbar, Maluku dan dan Sulawesi Papua dapat dipergunakan seperlunya. Adapun hasil-hasil terpenting dari kebudayaan megalithic antara lain Menhir, Dolmen, Sacophagus kranda, Batu kubur, dan Punden berundak- undakPeninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia Papua 2 4 6 8 1 Jawa Barat Jawa NTB Sulawesi TimurKutai 3 5 7 Jawa Bali NTT Tengah1. Kutai “Kutai terletak di Pulau Kalimantan bagian Timur. Pada abad ke empat 4 Masehi berkembanglah disana sebuah kerajaan yang bernama Kutai, dipimpin oleh Aswawarman yang disebut sebut sebagai putra dari Kundungga. Di Kutai diketemukan 7 buah Prasasti yang berbentuk Yupa. Yupa adalah tiang batu/tugu peringatan untuk melaksanakan upacara kurban. Yupa sebagai prasasti bertuliskan huruf Pallawa, berbahasa sanskerta dan tersusun dalam bentuk syair. Salah satu diantara batu bertulis tersebut ada yang menuliskan “Sang Maha Raja Kundungga yang amat mulia, mempunyai putra yang masyur, Sang Açwawarman namanya, seperti Ançuman Deva Matahari, menumbuhkan keluarga yang sangat mulia”. Berdasarkan penemuan peninggalan sejarah berupa batu bertulis Yupa dapat diketahui bahwa Agama Hindu telah berkembang dengan subur di Kutai. Hindu sebagai agama telah diterima oleh masyarakat Kutai dan pada abad ke empat 4 Masehi. Adapun pengaruh agama Hindu yang diterima oleh masyarakat Kutai adalah Hindu ajaran çiwa.”2. Jawa Barat “Jawa Barat merupakan bagian dari pulau jawa. Pada zaman raja-raja di nusantara ini, Jawa Barat merupakan salahKerajaan Tarumanegara satu daerah pusat berkembangnya Agama Hindu. Disekitar tahun 400-500 Masehi Jawa Barat diperintah oleh seorang raja yang bernama “Purnawarman” dengan kerajaannya bernama Taruma Negara. Kerajaan Taruma Negara meninggalkan banyak prasasti, diantaranya adalah prasasti; Ciaruteun, Kebon Kopi, Tugu, dan prasasti Canggal. Prasasti-prasasti itu kebanyakan ditulis dengan mempergunakan hurup Pallawa dan berbahasa sanskerta yang digubah dalam bentuk syair. Penemuan sebuah prasasti yang mengungkapkan tentang kehidupan manusia memiliki nilai tersendiri dalam membicarakan perkembangan agama Hindu di nusantara ini. Dalam prasasti Ciaruteun terdapat lukisan dua telapak kaki Sang Purnawarman yang disamakan dengan tapak kaki Deva Wisnu. Ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa raja Purnawarman penganut ajaran Hindu. Deva Wisnu dalam konsep Ketuhanan ajaran Hindu merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai Deva kemakmuran.”3. Jawa TengahPeninggalan Kerajaan Kalingga “Suburnya peradaban agama Hindu di Jawa Tengah dapat kita ketahui dari diketemukannya prasasti Tukmas. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa, berbahasa sanskerta dengan tipe tulisan berasal dari tahun 650 Masehi. Prasasti Tukmas memuat gambar-gambar atribut; Deva Tri Murti, seperti; Triçula lambang Deva Çiwa, Kendi lambang Deva Brahma, dan Cakra lambang Deva Wisnu. Prasasti ini juga menjelaskan tentang adanya sumber mata air yang jernih dan bersih yang dapat disamakan dengan sungai Gangga. Di Jawa Tengah dinyatakan berdiri Kerajaan Kaling yang pada tahun 674 Masehi diperintah oleh Seorang Ratu bernama “Ratu Sima” yang memiliki sistem pemerintahan sangat jujur”.Seperti apakah kisah kejujuran Ratu Sima saat memimpin kerajaanKalingga?? Dilarang Dikatakan Raja Sima secara sengaja menaruhmemegang kantong berisi emas di tengah jalan, dan tidak seorangpun berani menyentuhnya. Dalam kurun kantong waktu kurang lebih 3 tahun secara kebetulan emas kantong tersebut disentuh oleh kaki putranya. Hukuman mati dijatuhkan kepada putranya itu, namun setelah abdinya mengajukan permohonan hukuman potong kaki mengingat yang salah adalah kaki putranya, hukuman potong kaki untuk putranya pun dilaksanakanPeninggalan Berupa CandiCandi PerambananWhat do you think???? Candi Prambanan dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama setelah dibangun, candi ini ditinggalkan dan mulai rusak. Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, tinggi bangunan utamanya adalah setinggi 47 m. Kompleks candi ini terdiri dari 8 kuil atau candi utama yang kokoh dan lebih daripada 250 candi kecil. Tiga candi utama disebut Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti Batara Siwa sang Penghancur, Batara Wisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Arjuna “Candi Arjuna adalah sebuah kompleks candi Hindu peninggalan dari abad ke-7-8 yang terletak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia. Dibangun pada tahun 809, Candi Arjuna merupakan salah satu dari delapan kompleks candi yang ada di Dieng. Ketujuh candi lainnya adalah Semar, Gatotkaca, PuntaDeva, Srikandi, Sembadra, Bima dan Dwarawati. Di kompleks candi ini terdapat 19 candi namun hanya 8 yang masih berdiri. Bangunan- bangunan candi ini saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Batu-batu candi ada yang telah rontok, sementara di beberapa bagian bangunan ini terlihat retakan yang memanjang selebar 5 cm.”Candi Srikandi Candi Badut Candi Srikandi terletak di utara Candi Badut terletak di kawasan Tidar, kota Malang. Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400Candi Arjuna. Batur candi setinggi tahun dan diyakini adalah peninggalan Prabu Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yangsekitar 50 cm dengan denah dasar termaktub dalam prasasti Dinoyo pada tahun 760 Masehi silam. Kata Badut di sini berasal dari bahasa sansekerta “Bha-dyut” yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya. Candi ini ditemukan berbentuk kubus. Di sisi timur pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan terdapat tangga dengan bilik tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Jawa Timur Keberadaan kerajaan Kanjuruan dapat kita pergunakan sebagai salah satu landasan untuk mengetahui peradaban agama Hindu di Jawa Timur. Prasasti Dinaya merupakan bukti peninggalan sejarah kerajaan Kanjuruan. Prasasti ini banyak membicarakan tentang perkembangan agama Hindu di Jawa Timur. Prasasti Dinoyo ditulis mempergunakan hurup kawi Jawa Kuno dengan bahasa sanskerta menuliskan angka tahun 760 Masehi. Dikisahkan bahwa dalam abad ke 8 kerajaan yang berpusat di Kanjuruan bernama Deva Simha. Beliau memiliki putra yang bernama Limwa, setelah menggantikan ayahnya sebagai raja bernama Gajayana. Raja Gajayana mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk memuliakan Maha Rsi Agastya. Selanjutnya perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur dapat kita ketahui dari berdirinya Dinasti Isyanawangça yang berkuasa tahun 929-947 Masehi. Dinasti ini diperintah oleh Mpu Sendok, yang mempergunakan gelar “Isyana Tunggawijaya”. Isyana Tunggawijaya berarti raja yang memuliakan pemujaan kehadapan Deva Çiwa. Setelah kekuasaan Isyana Tunggawijaya berakhir, berkuasalah raja Airlangga yang memerintah sampai tahun 1049 Masehi. Raja Airlangga dinobatkan sebagai pengganti raja Dharmawangça yang memerintah sampai tahun 1019 Masehi. Beliau bergelar “Çri Maharaja Rake Halu Çri Lokeçwara Dharmawangça Airlangga Anantawikramottungga Deva” yang dinobatkan oleh Pendeta Çiwa dan Budha. Raja Airlangga setelah mengundurkan diri dari tahtanya, beliau wafat tahun 1049 Masehi dan dimakamkan di candi belahan. Airlangga diwujudkan sebagai Deva Wisnu dengan arca wisnu duduk di atas garudaPeninggalan Berupa Karya Sastra “Banyak karya sastra bernafaskan ajaran Agama Hindu diterbitkan pada zaman Dharmawangça, diantaranya kitab Purwadigama yang bersumber pada kitab Menawa Dharmasastra. Sedangkan kitab Negara Kertagama, Arjuna Wiwaha, Sutasoma dan yang lainnya muncul pada zaman Majapahit. Pada zaman ini juga dibangun berbagai macam candi seperti candi Penataran di Blitar. Berdasarkan petunjuk peninggalan sejarah seperti tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa peradaban Agama Hindu di Jawa Timur sangat pesat”5. Bali “Keberadaan agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan dari agama Hindu yang berkembang di Jawa. Pertama kalinya disebut-sebut dikembangkan oleh Maha Rsi Markandheya bertempat di Besakih yang sekarang dikenal dengan nama Pura Besakih’. Agama Hindu yang datang ke Bali disertai oleh Agama Budha. Setelah di Bali kedua agama tersebut berakulturasi dengan harmonis dan damai. Kejadian ini sering disebut dengan sinkritisme Çiwa – Budha.”Upaya dan usaha pelestarian agama Hindu diBali setelah Maha Rsi Markhandeya dilanjutkan olehMpu Sang Kulputih. Beliau disebut-sebut sebagaipemongmong Pura Besakih. Banyak peran yangdilaksanakan dan diambil oleh beliau dalammeningkatkan peran dan kualitas Agama tata cara melakukan tapa, brata, yoga dansemadhi. 3 Mpu Sang Kulputih juga mengajarkanmasyarakat untuk melaksanakan hari-hari suci,seperti; Galungan, Kuningan, Sugian, Pagerwesi,Tumpek, dan yang lainnya. Disamping itu jugamengajarkan tentang tatacara membuat arca linggadari kayu, logam atau uang kepeng sebagaiperwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Waçabeserta manifestasinya6. Nusa Tenggara Barat “Perkembangan agama Hindu di NTB Lombok dapat kita ketahui dari perjalanan suci “dharmayatra” Dhang Hyang Nirartha. Beliau dikenal dengan sebutan Pangeran Sangupati. Banyak peninggalan tempat suci dan sastra Hindu yang dapat kitapergunakan sebagai reprensi bahwa Hindu pada jaman itu telah berkembang sampai di Nusa Tenggara Barat. Keberadaan agama Hindu di NTB juga tidak terlepas dari peran serta kekuasaan raja-raja Karangasem pada masa itu.”6. Nusa TenggaraTimur “Masyarakat Nusa Tenggara Timur “Sumbawa” sampai saat ini masih mengenal sebutan Tuan Semeru. Nama Tuan Semeru adalah sebutan dari Dhang Hyang Nirartha. Hal ini memberikan indikasi bahwa beliau pernah menyebarkan ajaran Hindu ke daerah ini. Sekarang keberadaan agama Hindu di daerah ini kembangkan kembali oleh para transmigrasi asal Bali..”8. Sulawesi Perkembangan Agama Hindu di Sulawesi diprediksi sudah ada sejak abad ke 3 Masehi. Hal ini ditandai dengan penemuan patung Budha yang terdapat di daerah Goa yang diperkirakan pembuatan sejaman dengan patung-patung Budha yang ada di India Tidak banyak yang bisa kita kemukakan dengan penemuan ini. Selanjutnya dapat dinyatakan bahwa perkembangan Agama Hindu tumbuh subur di wilayah ini sebagai akibat dari adanya masyarakat transmigrasi yang berasal dari Bali dan sekitarnya9. Papua Tidak jauh berbeda dengan daerah Sulawesi, bahwa perkembangan ke- Hindu an yang ada di Papua disebabkan oleh karena adanya masyarakat transmigrasi. Di samping itu, juga karena adanya penduduk yang mendapatkan tugas- tugas tertentu di daerah ini. Demikian peradaban Hindu di Indonesia, yang menurut penuturan sejarah Indonesia, di mulai dari Kalimantan, Jawa, Bali, Sumatera, dan daerah yang lainnya. Runtuhnya Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, peradaban agama Hindu dimulai kembali dari Bali yang telah menganut paham Hindu sejak Maha Rsi Markhandeya datang di Bali sampai sekarangKAHOOT KUISKahoot Kuis akan Ibu share di WhatsApp Grup dan Google Clasroom, 20 Menit setelah kalian membaca Penutup Pembelajaran “Om Dyauhsantir Antariksam Santih Prthivi Santir Apah Santir Osadhayah Santih Vanaspatayah Santir Visvedevah Santir Brahma Santih Sarvam Santih Santir Eva Santih Sama Santir Edhi Om Shanti, Shanti, Shanti Om”Thank youSampai bertemu pada pertemuan selanjutnya ! Jika ada yang ditanyakan hubungi saya di 082271052055Om Santih Santih Santih Om
Akantetapi, ternyata di dalamnya ditemukan beberapa kalimat yang qira'at-nya tidak mengacu pada kitab al-Shatibiyyah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi qira'at al-Shat ibiyyah dalam penulisan kitab Faid al-Barakat dan nilai keabsahan qira'at yang tidak bersumber pada al-Shat ibiyyah dalam kitab tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peninjauan sumber hukum dalam arti sejarah historis ditunjukkan pada data – data mengenai berlakunya kaidah – kaidah hukum berdasarkan dokumen tertulis yang ada. Penekanannya harus pada dokumen tertulis, karena yang termasuk sejarah adalah lebih menonjolkan bukti-bukti tertulis. Kemunginan kaidah – kaidah yang berasal dari jaman prasejarah di tulis di dalam zaman sejarah, dapat dinilai sebagai suatu proses pertumbuhan sejarah hukum dari satu fase ke fase yang baru. Dari pengertian sumber hukum tertulis, peninjauan sumber hukum Hindu dapat dilihat berdasarkan penemuan dokumen yang dapat kita baca dengan melihat secara umum dan ontensitasnya. Menurut bukti – bukti sejarah, dokumen tertua yang memuat pokok – pokok hukum hindu, untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam Veda yang dikenal dengan nama Sruti. Dan kemudian berkembang kitab – kitab berikutnya yang merupakan sumber hukum hindu. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah yang dimaksud dengan Manawa Dharmasastra ? 2. Bagaimana yang dimaksud dengan sumber hukum hindu ? 3. Apakah yang dimaksud dengan sumber hukum hindu menurut sejarah? 4. Apakah hubungannya sumber hukum hindu menurut sejarah dengan catur weda ? C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Manawa Dharmasastra 2. Untuk mengetahui sumber hukum hindu 3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sumber hukum hindu menurut sejarah secara spesifik 4. Untuk mengetahui kaitannya sumber hukum menurut sejarah dengan catur weda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 A. MANAWA DHARMASASTRA Kata Dharmasastra berasal dari bahasa sansekerta dharma – sastra . Dharma masculinem perintah menetapkan; lembaga; keadilanKamus Kecil Sansekerta Indonesia KKSI hal 121. Sastra neutern perintah; ajaran; nasihat; aturan; teori; tulisan ilmiah KKSI hal 246. Dharmasastra berarti ilmu hukum. Dharmasastra sebagai kitab Hukum Hindu selanjutnya didapatkan keterangan yang sangat mendukung keberadaanya sebagai berikut “Šruti wedaá samākhyato dharmaṡāstram tu wai smṛtiá, te sarwātheswam imāmsye tābhyāṁ dharmo ujaraken sekarareng, Šruti ngaranya Sang Hyang Catur Veda, Sang Hyang Dharmaṡāstra Smṛti ngaranira, Sang Hyang Šruti lawan Sang Hyang Smṛti sira juga prāmanākena, tūtakena warah-warah nira, ring asing prayojana, yawat mangkana paripurna alep Sang Hyang Dharmaprawṛtti“ Sarasamuscaya, 37 Terjemahannya “Ketahuilah oleh mu Šruti itu adalah Veda dan Šmṛti itu sesungguhnya adalah Dharmaṡāstra; keduanya harus diyakini dan dituruti agar sempurna dalam melaksanakan dharma itu”. Yang dimaksud dengan Sruti itu sama dengan Weda dan Dharmasastra itu sama dengan Smerti. Keduanya supaya dijalankan, supaya dituruti untuk setiap usaha, maka sempurnalah salam berbuat dharma. Yang menarik perhatian dan perlu dicamkan ialah bahwa kitab Manawa Dharmasastra maupun kitab Sarasamuscaya menganggap bahwa Sruti dan Smerti itu adalah dua sumber pokok dari Dharma. Berikut ini adalah petikan sloka yang dimaksud “Itihasa puranabhyam wedam samupawrmhayet, bibhetyalpasrutadwedo mamayam pracarisyati “ Sarasamuscaya, 39. Terjemahannya “Hendaklah Veda itu dihayati dengan sempurna melalui mempelajari Itihasa dan Purana karena pengetahuan yang sedikit itu menakutkan dinyatakan janganlah mendekati saya”. 2 Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga Negara tata Negara. Hubungan dari Dharmasastra dan Manawa Dharmasastra dapat sinyatakan dari petikan sloka berikut ini “Šruti dvaidhaṁ tu yatra syāt tatra dharmāvubhau smrtau, ubhāvapi hi tau dharmau samyag uktau maniṣibhiá”. Terjemahannya “Jika dalam dua kitab suci ada perbedaan, keduanya dianggap sebagai hukum, karena keduanya memiliki otoritas kebajikan yang sepadan” Manawa Dharmasastra Manawa Darmasastra adalah sebuah kitab Dharmasastra yang dihimpun dengan bentuk yang sistematis oleh Bhagawan Bhrigu, salah seorang penganut ajaran Manu, dan beliau pula salah seorang Sapta Rsi. Kitab ini dianggap palinga penting bagi masyarakat hindu dan dikenal sebagai salah satu dari kitab Sad Wedangga. Wedangga adalah kitab yang merupakan batang tubuh Weda yang tidak dapat dipisahkan dengan Weda Sruti dan Weda Smerti. Penafsiran terhadap pasal – pasal Manawa Dharmasastra telah dimulai sejak tahun 120 M dipelopori oleh Kullukabhatta dan Medhiti di tahun 825 M. Kemudian beberapa Maha Rsi memasyarakatkan tafsir – tafsir Manawa Dharmasastra menurut versinya masing – masing sehingga menumbuhkan beberapa aliran Hukum Hindu, misalnya Yajnawalkya, Mitaksara, dan Dayabhaga. Para Maha Rsi yang melakukan penafsiran – penafsiran pada Manawa Dharmasastra menyesuaikan dengan tradisi dan kondisi setempat. Aliran yang berkembang di Indonesia adalah Mitaksara dan Dayabhaga. Di zaman Majapahit, Manawa Dharmasastra lebih populer disebut sebagai Manupadesa. Proses penyesuaian kaidah – kaidah hukum Hindu nampaknya berjalan terus hingga abad ke – 21 dipelopori oleh tokoh – tokoh suci Wiswarupa, Balakrida, Wijnaneswara, dan Apararka. Dua tokoh pemikir Hindu, yaitu Sankhalikhita dan Wikana berpandangan bahwa Manawa Dharmasastra adalah ajaran dharma yang khas untuk zaman Krtayuga, sedangkan sekarang adalah zaman Kaliyuga. Keduanya mengelompokkan Dharmasastra yang dipandang sesuai dengan zaman masing – masing yaitu seperti di bawa ini 3 1. Manu; Manawa Dharmasastra sesuai untuk zaman Krtayuga 2. Gautama; Manawa Dharmasastra sesuai untuk zaman Tretayuga 3. Samkhalikhita; Manawa Dharmasastra sesuai untuk zaman Dwaparayuga 4. Parasara; Manawa Dharmasastra sesuai untuk zaman Kaliyuga B. SUMBER HUKUM HINDU Sumber hukum bagi umat Hindu atau masyarakat yang beragama hindu adalah kitab suci Weda. Ketentuan mengenai Weda sebagai sumber hukum Hindu dinyatakan dengan tegas didalam berbagai jenis kitab suci Weda. Dharmasastra dinyatakan sebagai kitab hukum karena di dalamnya memuat banyak peraturan yang bersifat mendasar yang berfungsi untuk mengatur dan menentukan sanksi apabila diperlukan. Di dalam kitab Dharmasastra termuat serangkaian materi hukum dasar yang dapat dijadikan pedoman oleh umat Hindu dalam rangka mencapai tujuan hidup “catur purusartha” yang utama. Setiap pelanggaran hak baik itu delik biasa atau delik adat, tindak pidana, dan yang lainnya semuanya itu diancam hukuman. Sifat ancamannya mulai dari yang ringan sampai pada hukuman yang terberat “hukuman mati”. Ancaman hukuman mati sebagai hukuman berat berlaku terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan. C. SUMBER HUKUM HINDU MENURUT SEJARAH Sumber hukum dalam arti sejarah adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang dipergunakan oleh para ahli sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan suatu bangsa terutama di bidang politik, sosial, kebudayaan, hukum dan lain-lain, termasuk berbagai lembaga negara. Perkembangan dan pertumbuhan Negara Indonesia dari zaman kerajaan Hindu sampai zaman merdeka, telah memperlihatkan berbagai perkembangan hukum dan sistem pemerintahan. Untuk dapat menemukan sumber-sumber ini, dapat kita jumpai berbagai prasasti-prasasti,piagam-piagam, dan tulisan-tulisan yang mempunyai sifat hukum yang dikembangkan atau ditulis pada jaman-jaman tertentu. Sumber-sumber tulisan inilah yang juga dipergunakan untuk menyusun konsep-konsep hukum dalam usaha pembentukan 4 masyarakat yang dicita-citakan. Sejarah telah membuktikan bahwa lahirnya Pancasila digali dari sumber-sumber yang diangkat dari sejarah dan pengalaman bangsa, falsafah yang dianut masyarakat dan struktur yang telah ada dalam masyarakat. Bukti-bukti pengaruh hukum Hindu di Indonesia dapat ditemukan dalam catatan-catatan seperti Siwasasana dan Kuttaramanawa. Sumber Hukum Hindu dalam arti sejarah adalah sumber Hukum Hindu yang dipergunakan oleh para ahli Hindulogi dalam peninjauan dan penulisannya mengenai pertumbuhan serta kejadian Hukum Hindu itu terutama dalam rangka pengamatan dan peninjauan masa kebudayaan dan hukumnya sampai pada bentuk materiil yang tampak berlaku pada satu masa dan tempat tertentu. Peninjauan Hukum Hindu secara historis ditujukan pada penelitian data-data mengenai berlakunya kaidah-kaidah hukum berdasarkan dokumen tertulis yang ada. Penekanan disini harus pada dokumen tertulis karena pengertian sejarah dan bukan sejarah adalah terbatas, pada bukti tertulis. Kaidah-kaidah yang ada dalam bentuk tidak tertulis Pra Sejarah, tidak bersifat sejarah melainkan secara tradisional atau kebiasaan yang didalam Hukum Hindu disebut Acara. Kemungkinan kaidah-kaidah yang berasal dari pra-sejarah ditulis dalam zaman sejarah, dapat dinilai sebagai satu proses pertumbuhan sejarah hukum dari satu phase ke phase yang baru. Dari pengertian sumber hukum tertulis, peninjauan sumber Hukum Hindu dapat dilihat berdasarkan penemuan dokumen yang dapat kita baca dengan melihat secara umum dan otensitasnya. Menurut bukti-bukti sejarah, dokumen tertua yang memuat pokokpokok Hukum Hindu, untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam Veda yang dikenal dengan nama Sruti. Kitab Veda Sruti tertua adalah kitab Reg Veda yang diduga mulai ada pada tahun 2000 SM. Kita harus bisa membedakan antara phase turunnya wahyu Sruti dengan phase penulisannya. Saat penulisannya itu merupakan phase baru dalam sejarah Hukum Hindu dan diperkirakan telah dimulai pada abad ke X SM. Berdasarkan penemuan huruf yang mulai dikenal dan banyak dipakai pada zaman itu. Sejak tahun 2000 SM – 1000 SM. Ajaran hukum yang ada masih bersifat tradisional dimana isi seluruh kitab suci Veda itu disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi yang baru. Sementara itu jumlah kaidah-kaidah itu berkembang dan bertambah banyak. Adapun kitab-kitab berikutnya yang merupakan sumber hukum pula timbul dan 5 berkembang pada jaman Smrti. Dalam zaman ini terdapat Yajur Veda, Atharwa Veda dan Sama Veda. Kemudian dikembangkan pula kitab Brahmana dan Aranyaka. Semua kitab-kitab yang dimaksud adalah merupakan dokumen tertulis yang memuat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada zaman itu. Phase berikutnya dalam sejarah pertumbuhan sumber Hukum Hindu adalah adanya kitab Dharmasastra yang merupakan kitab undang-undang murni bila dibandingkan dengan kitab Sruti. Kitab ini dikenal dengan nama kitab smrti, yang memiliki jenis-jenis buku dalam jumlah yang banyak dan mulai berkembang sejak abad ke X SM. Di dalam buku-buku ini pula kita dapat mengetahui keterangan tentang berbagai macam cabang ilmu dalam bentuk kaidah-kaidah yang dapat dipergunakan sebagai landasan pola pikir dan berbuat dalam kehidupan ini. Kitab smrti ini dikelompokkan menjadi enam jenis yang dikenal dengan istilah Sad Vedangga. Dalam kaitannya dengan hukum yang terpenting dari Sad Vedangga tersebut adalah dharma sastra Ilmu Hukum. Kitab dharma sastra menurut bentuk penulisannya dapat dibedakan menjadi dua macam, antara lain 1. Sutra, yaitu bentuk penulisan yang amat singkat yakni semacam aphorisme. 2. Sastra, yaitu bentuk penulisan yang berupa uraian-uraian panjang atau lebih terinci. Di antara kedua bentuk tersebut diatas, bentuk sutra dipandang lebih tua waktu penulisannya yakni disekitar kurang lebih tahun 1000 SM. Sedangkan bentuk sastra kemungkinannya ditulis disekitar abad ke VI SM. Kitab smrti merupakan sumber hukum baru yang menambahkan jumlah kaidah-kaidah hukum yang berlaku bagi masyarakat Hindu. Disamping kitab-kitab tersebut diatas yang dipergunakan sebagai sumber hukum Hindu, juga diberlakukan adat-istiadat. Hal ini merupakan langkah maju dalam perkembangan Hukum Hindu. Menurut catatan sejarah perkembangan Hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut pun dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain 1 Pada zaman Krta Yuga, berlaku Hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Manu. 2 Pada zaman Treta Yuga, berlaku Hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Gautama. 6 3 Pada zaman Dwapara Yuga, berlaku Hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Samkhalikhita. 4 Pada zaman Kali Yuga, berlaku Hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara. Keempat bentuk kitab Dharmasastra di atas, sangat penting kita ketahui dalam hubungannya dengan perjalanan sejarah Hukum Hindu. Hal ini patut kita camkan mengingat Agama Hindu bersifat universal, yang berarti kitab Manawa Dharmasatra yang berlaku pada zaman Kali Yuga juga dapat berlaku pada zaman Trata Yuga. Demikian juga sebaliknya. Selanjutya sejarah pertumbuhan hukum Hindu yaitu 1. aliran yajnawalkya oleh yajnawalkya 2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara. 3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana. Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang dengan pesat khususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara. Pelembagaan aliran Yajnyawalkya dan Wijnaneswara yang di atas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena adanya ulasan-ulasan yang diketengahkan oleh penulis-penulis Dharmasastra sesudah Maha Rshi Manu yaitu Medhati 900 SM, Kullukabhata 120 SM, setidak-tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan zaman saat itu dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia. Penggaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia nampak jelas pada zaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran-ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu dimasa penyebaran Agama Hindu keseluruh pelosok negeri. Bersamaan dengan penyebaran Hindu, diturunkanlah undang-undang yang mengatur praja wilayah Nusantara dalam bentuk terjemahan-terjemahan kedalam bahasa Jawa Kuno. Adapun aliran yang mempengaruhi Hukum Hindu di Indonesia yang paling dominan adalah Mithaksara dan 7 Dayabhaga. Hukum-hukum Tata Negara dan Tata Praja serta Hukum Pidana yang berlaku sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawadharmasastra, hal ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan-kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di Indonesia, yang khususnya dapat dilihat pada hukum adat di Bali. Istilah-istilah wilayah hukum dalam rangka tata laksana administrasi hukum dapat dilihat pada desa praja. Desa praja adalah administrasi terkecil dan bersifat otonom dan inilah yang diterapkan pada zaman Majapahit terbukti dengan adanya sesanti, sesana dengan prasasti-prasasti yang dapat ditemukan diberbagai daerah di seluruh Nusantara. Lebih luas lagi wilayah yang mengaturnya dinamakan grama, dan daerah khusus ibu kota sebagai daerah istimewa tempat administrasi tata pemerintahan dikenal dengan nama pura, penggabungan atas pengaturan semua wilayah ini dinamakan dengan istilah negara atau rastra. Maka dari itu hampir seluruh tatanan kenegaraan yang dipergunakan sekarang ini bersumber pada Hukum Hindu Muncul dan tumbuhnya aliran –aliran hukum hindu itu merupakan fenomena sejarah hukum hindu yang semakin luas dan berkembang. Bersamaan dengan ittu pula bermunculan kritikus – kritikus Hindu yang membahas tentang berbagai aspek hukum Hindu, serta bertanggung jawab atas lahirnya aliran – aliran hukum tersebut. Sebagai akibatnya maka timbullah berbagai masalah hukum yang relatif menimbulkan realitas kaidah – kaidah hukum Hindu di antara berbagai daerah. Dua dari aliran hukum yang muncul itu akhirnya sangat berpengaruh bagi perkembangan hukum Hindu di Indonesia, terutama aliran Mitaksara, dengan peradaptasiannya. Di Indonesia kita warisi berbagai macam lontar dengan berbagai nama, seperti Usana, Gajahmada, Sarasamuscaya, Kutara Manawa, Agama, Adigama, Purwadigama, Krtapati, Krtasima, dan berbagai macam sasana di antaranya Rajasasana, Siwasasana, Putrasasana, Rsisasana dan yang lainnya. Semua itu adalah merupakan gubahan yang sebagian bersifat penyalinan dan sebagian lagi bersifat pengembangan. Perlu dan penting kita ketahui sumber hukum dalam arti sejarah adalah adanya Rajasasana yang dituangkan dalam berbagai prasasti dan paswara – paswara yang digunakan sebagai yurispendensi hukum Hindu yang dilambangkan oleh raja – raja hindu. Hal semacam inilah yang nampak pada kita secara garis besarnya mengenai sumber – sumber hukum Hindu berdasarkan sejarahnya. 8 D. HUBUNGAN SUMBER HUKUM HINDU MENURUT SEJARAH DENGAN CATUR WEDA Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharsi tentang penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis sebagai sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda Sruti adalah kitab suci Hindu yang berasal dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang didengar langsung oleh para Maharsi, yang isinya patut dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti adalah kitab suci Hindu yang ditulis oleh para Maharsi berdasarkan ingatan yang bersumber dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya patut juga dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti sebagai sumber Hukum Hindu dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu 1. Kelompok Vedangga/Batang tubuh Veda Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa . 2. Kelompok UpaVeda /Veda tambahan Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Veda dan Gandharwa Veda . Bagian terpenting dari kelompok Vedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma. Sedangkan sumber hukum Hindu yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu adalah dapat dilihat dari berbagai kitab-kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Veda diantaranya 1. Kitab Sarasamuscaya 2. Kitab Suara Jambu 3. Kitab Siwasasana 4. Kitab Purwadigama 5. Kitab Purwagama 6. Kitab Devagama Kerthopati 7. Kitab Kutara Manawa 8. Kitab Adigama 9 9. Kitab Kerthasima 10. Kitab Kerthasima Subak 11. Kitab Paswara Dari berbagai jenis kitab di atas memang tidak ada gambaran yang jelas atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Semua kitab tersebut memuat berbagai peraturan yang tidak sama satu dengan yang lainya karena masing-masing kitab tersebut bersumber pada inti pokok peraturan yang ditekankan. Dalam sloka kitab Manawadharmasastra ditegaskan bahwa, yang menjadi sumber hukum umat sedharma “Hindu” berturut-turut sesuai urutan adalah sebagai berikut 1 Sruti 2 Smrti 3 Sila 4 Sadacara 5 Atmanastuti Sruti sebagai sumber hukum Hindu pertama, sebagaimana kitab Manawadharmasastra menyatakan bahwa; sesungguhnya Sruti adalah Veda, Smrti itu Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Veda sebagai sumber hukum utama, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Manawadharmasastra bahwa; seluruh Veda sumber utama dari pada hukum, kemudian barulah smrti dan tingkah laku orang-orang baik, kebiasaan dan atmanastuti. Pengertian Veda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas sehinga Sruti dan Smrti diartikan sebagai Veda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu itu sendiri telah membatasi arti Veda pada kitab Sruti dan Smrti saja. Kitab-kitab yang tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari Rg Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan Atharwa Veda. Sebagai bukti bahwa catur weda merupakan sumber dari ilmu hukum yaitu adanya sloka – sloka yang menyagkut ilmu hukum. Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan Veda sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut 10 “Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý bhåaý rasam. sarvaý sa pùtam aúnati svaditaý màtariúvanà” Terjemahan “Dia yang menyerap memasukkan ke dalam pikiran melalui pelajaran-pelajaran pemurnian intisari mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para rsi menikmati semua tujuan yang sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi napas hidup semesta alam Ågveda “Pàvamànir yo adhyeti-åûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe kûiraý sarpir madhùdakam”. Terjemahan Siapapun juga yang mempelajari mantram-mantram veda yang suci yang berisi intisari pengetahuan yang diperoleh para rsi, Devi pengetahuan yakni Sang Hyang Saraswati menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan minuman Soma minuman para Deva’Ågveda “Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi dharunah. kryai tva ksemaya tva rayyai tva posaya tva”. Terjemahan Wahai pemimpin, itu adalah negara mu, engkau pengawasnya. Engkau mawas diri, teguh hati dan pendukung warga negara. Kami mendekat padamu demi perkembangan pertanian, kesejahteraan manusia, kemakmuran yang melimpah” Yajurveda 11 “Ahaý gåbhóàmi manasà manàýsi mama cittam anu cittebhir eta. mama vaseûu hrdayàni vah krnomi, mama yàtam anuvartmàna eta”. Terjemahan “Wahai para prajurit, Aku pegang samakan pikiranmu dengan pemikiran-Ku. Semoga anda semua mengikuti aku menyesuaikan pikiran mu dengan pikiran-ku. Aku tawan hatimu. Temanilah aku dengan mengikuti jalan-Ku, Atharvaveda,. Adhursata svayam ete vacobhir, rjuyate vrjinani bruvatah Terjemahan Orang-orang yang tidak berjalan lurus seperti aku, dihacurkan karena kesalahan-kesalahan mereka sendiri Reg Veda , BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Hukum Hindu merupakan pedoman bagi para umat Hindu. Dharmasastra merupakanhukum hindu bagi umat manusia sedangkan Manawa Darmasastra adalah sebuah kitab Dharmasastra yang dihimpun dengan bentuk yang sistematis oleh Bhagawan Bhrigu. Semua hukum hindu bersumber dari weda Sruti dan Weda Smerti. Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, peninjauan sumber hukum hindu dapat dilakukan melalui berbagai macam kemungkinan yaitu sumber bidang hukum hindu menurut sejarah, sumber hukum hindu dalam arti sosiologi, sumber 12 hukum hindu dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti filsafat. Menurut buktibukti sejarah, dokumen tertua yang memuat pokok-pokok Hukum Hindu, untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam Veda yang dikenal dengan nama Sruti. 2. SARAN Kita sebagai warga Negara khususnya bagi umat Hindu seharusnya kita mengamalkan hukum – hukum hindu didalam kehidupan kita supaya terjalin hubungan yang harmonis diantara sesama manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Tanpa hukum sebuah Negara tidak akan bisa mengatur negaranya begitu pula dengan kita tanpa mengamalkan ajaran dharma dan tidak menggunakan Manawa Dharmasastra sebagai pedoman hidup akan menyebabkan kehidupan kita menjadi sengsara atau kita akan kesulitan dalam menjalani kehidupan di masa mendatang karena dengan berbuat jahat maka kita akan mendapatkan dosa dan juga karmaphala karena telah berbuat jahat kepada orang lain atau makhluk hidup lainnya. DAFTAR PUSTAKA pref=2&pli=1 id=HeXgYHRRdqsC&pg=PA112&lpg=PA112&dq=aliran+yajnawalkya&sour ce=bl&ots=6RVvPrOp4&sig=8iFlRUZd2L6uycuwcUrauqadODo&hl=id&sa=X&ved=0a hUKEwis2c_ro7vKAhXDoZQKHSbtC70Q6AEIRTAHv=onepage&q=aliran %20yajnawalkya&f=false 13 hl=enhl=en&q=bunyi+sloka+manawa+dharmasastra+II.+6 14
Dalampembelajaran hukum Hindu yang bersumber pada kitab-kitab tersebut di atas, makabanyak kita menemukan pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan titel hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hindu mengalami proses perkembangan. Perkembangan yang dimaksud antara lain:1. Hutang piutang (Rinadana). Dalam kitab Dharmasastra, VIII.49.
1. Kompetensi Inti KI dan Kompetensi Dasar KD KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Menghayati Weda sebagai sumber Hukum Hindu yang tertuang dalam Weda Sruti dan Smrti; 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli gotong royong, kerjasama, toleran, damai, santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Menghayati perilaku disiplin ajaran Weda sebagai sumber Hukum Hindu; 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesiik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Memahami klasiikasi Weda sebagai sumber Hukum Hindu; Informasi untuk Pendidik 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Menyajikan klasiikasi Weda sebagai sumber Hukum Hindu; 2. Tujuan Pembelajaran. Setelah mempelajari materi Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu peserta didik dapat a. Menjelaskan makna dan hakekat Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu b. Menjelaskan perkembangan Hukum Hindu c. Menjelaskan Weda sebagai sumber Hukum Hindu yang tertuang dalam Weda Sruti dan Smrti d. Menjelaskan yang termasuk sebagai sumber-sumber Hukum Hindu dalam agama Hindu e. Menjelaskan persamaan dan perbedaan peran hukum Hindu dengan hukum Nasional f. Menjelaskan Hubungan Hukum Hindu dengan budaya, adat istiadat dan keraipan daerah setempat g. Mematuhi dan melaksanakan hukum Hindu sebagai suatu kebiasaan baik dan benar agar tercapainya Moksartham Jagadhita ya ca Iti Dharma 3. Peta Konsep BAB I Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu Alur Pembelajaran Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu Perkembangan Hukum Hindu Sumber-sumber Hukum Hindu Sloka Kitab Suci Suci yang menjelaskan Sumber Hukum Hindu Hubungan Hukum Hindu dengan Budaya, Adat-Istiadat, dan Kearifan Daerah Setempat 4. Proses Pembelajaran Diharapkan para pendidik mampu menyampaikan materi Weda sebagai Sumber Hukum Hindu, sesuai dengan buku siswa secara lengkap, maka pendidik harus memahami dan menguasai pokok-pokok materi Weda sebagai Sumber Hukum Hindu yang akan diterima oleh peserta didik dan menguasai batasan materi tersebut. Selain dari materi buku siswa, pendidik agar menugaskan peserta didiknya mencari dan menemukan materi-materi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan materi pokok untuk menambah wawasan dan pengetahuannya melalui membaca kitab suci, internet, mengamati yang terjadi dimasyarakat sesuai dengan budaya Hindu setempat. Adapun materi Weda sebagai Sumber Hukum Hindu dapat diajarkan kepada peserta didik dengan metode Saintiik antara lain Mengamati Pendidik mengajak peserta didik untuk a. Melakukan kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu b. Mengamati pembacaan materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu secara bergantian c. ... dan seterusnya. Menanya Pendidik mengajak peserta didik untuk a. Melakukan kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas membahas Weda sebagai sumber Hukum Hindu Pada Pelajaran Bab I para siswa diharapkan dapat mengapreasiasi Weda sebagai sumber Hukum Hindu. 1. Menghayati Perkembangan Hukum Hindu 2. Mempedomani Sumber Hukum Hindu 3. Membaca sloka suci yang menjelaskan Weda sebagai sumber Hukum Hindu 4. Mengetahui hubungan hukum Hindu dengan Budaya, Adat-Istiadat, dan kearifan daerah setempat b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan contoh Weda sebagai sumber Hukum Hindu c. ... dan seterusnya. Mengeksplorasi Pendidik mengajak peserta didik untuk a. Mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam mengembangkan penerapan Weda sebagai sumber Hukum Hindu b. Menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan penerapan Weda sebagai sumber Hukum Hindu c. ... dan seterusnya. Mengasosiasi Pendidik mengajak peserta didik untuk a. Melakukan kegiatan menganalisis data Weda sebagai sumber Hukum Hindu b. Menyimpulkan dari hasil analisis berbagai macam hal yang dihadapi dalam penerapan Weda sebagai sumber Hukum Hindu c. ... dan seterusnya. Mengomunikasikan Pendidik mengajak peserta didik untuk a. Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/ sketsa, Weda sebagai sumber Hukum Hindu b. Membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja berkaitan dengan hasil belajar Weda sebagai sumber hokum Hindu c. ... dan seterusnya. Metode Pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran Weda sebagai sumber hukum Hindu antara lain a. Inquiry Based Learning b. Discovery Based Learning c. Project Based Learning d. Problem Based Learning e. Ceramah dharma wacana f. Diskusi g. Tanya Jawab dharmatula h. Bercerita i. Penugasan meringkas materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu dari internet 5. Evaluasi Pendidik dapat mengembangkan evaluasi pembelajaran sesuai dengan topik dan pokok bahasan Weda sebagai sumber Hukum Hindu. Evaluasi pembelajaran yang dikembangkan dapat berupa tes dan nontes. Tes dapat berupa uraian, isian, atau pilihan ganda. Non-test dapat berupa lembar kerja, kuesioner, proyek, dan sejenisnya. Pendidik juga harus mengembangkan rubrik penilaian sesuai dengan materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu. Pendidik atau fasilitator selalu mengecek setiap tahapan yang dilakukan peserta didik, serta membimbing peserta didik agar menjalankan setiap proses dengan baik dan mendapat hasil yang maksimal sesuai potensi yang dimiliki masing-masing peserta didik. Pendidik dapat mengembangkan indikator penilaian untuk setiap aspek yang diujikan. Indikator-ini merupakan skoring terhadap apa yang akan dinilai dan dicapai oleh peserta didik berdasarkan uji kompetensi yang dikembangkan pada bab I Weda sebagai sumber Hukum Hindu. Pendidik dapat membuat dan mengembangkan Rubrik ini sesuai dengan pengembangan materi pembelajarannya seperti contoh tertera dibawah ini. Pengetahuan a. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang Weda sebagai sumber Hukum Hindu baik berdasarkan sastra maupun bersarkan pemahaman diri anda ! b. Mengapa Weda sebagai sumber Hukum Hindu tersebut sulit diterapkan dalam era zaman Globalisai? dan bagaimana sebaiknya! c. Sebutkan dan jelaskan contoh penerapan Weda sebagai sumber Hukum Hindu dalam menyikapi sikap hidup pada masa kini! Rubrik Pendidik Keterampilan a. Praktikkan bagaimana perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari jika Weda sebagai sumber Hukum Hindu ! b. Praktikkan perbuatan cerminan orang yang berbudi pekerti luhur tarhadap Weda sebagai sumber Hukum Hindu dan memberikan pendidikan hukum seperti sekarang dan masa depan kita ! c. Praktikkan bagaimana perbuatan yang diharapkan Weda sebagai sumber Hukum Hindu, yang dapat diteladani dalam kehidupan sekarang ini ! Sikap Melalui ajaran Weda sebagai sumber Hukum Hindu peserta didik dapat meyakini, menghayati, mempraktikkan, mencintai, dan menghargai, menghormati Weda sebagai sumber Hukum Hindu. Sehingga menjadi insan-insan Hindu yang memiliki sikap patuh, taat serta menghormati hukum selalu menjunjung nilai-nilai Dharma atau kebajikan. a. Cobalah releksi diri kita sejauh mana dapat memberikan perubahan sikap sesudah dan sebelum mempelajari ajaran Weda sebagai sumber Hukum Hindu! b. Bagaimanakah cara kita untuk selalu dapat menerapkan Weda sebagai sumber Hukum Hindu secara konsisten sehingga menjadi manusia yang berbudi pekerti yang santun dalam kehidupan ini sehingga nanti dapat tercapainya tujuan ajaran Agama Hindu? 6. Pengayaan dari materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu Pendidik agar dapat mengembangkan materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu kepada peserta didiknya! Pengertian Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara tata negara bersumberkan pada kitab Weda Hukum Hindu juga berarti perundang-undangan yang merupakan bagian terpenting dari kehidupan beragama dan bermasyarakat, ada kode etik yang harus dihayati dan diamalkan sehingga menjadi kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian pemerintah dapat mempergunakan hukum ini sebagai kewenangan mengatur tata pemerintahan dan pengadilan dapat mempergunakan sebagai hukuman bagi masyarakat yang melanggarnya. Sejarah Hukum Hindu Sejarah Hukum Hindu berawal dari sebuah perdebatan diantara para tokoh agama pada saat itu, berbagai tulisan yang menyangkut Hukum Hindu merupakan perhatian khusus para Maharsi terhadap pembinaan umat manusia, adapaun nama-nama penulis Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. Dengan adanya penulisan atas Hukum Hindu tampak jelas kepada kita bahwa referensi Hukum Hindu telah lama dimulai juga dengan berbagai perdebatan dan kritik masing-masing sehingga melahirkan beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya 1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya 2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara 3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana Dari ketiga aliran tersebut akhirnya dapat berkembang pesat khususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan penyebarannya sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara. Pelembagaan aliran yang diatas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena adanya ulasan-ulasan yang diketengahkan oleh penulis-penulis Dharmasastra sesudah Maharsi Manu yaitu Medhati 900 SM, Kullukabhata 120 SM, setidak-tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan zaman saat itu dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia. Sumber-Sumber Hukum Hindu Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharsi penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis maka sumber Hukum Hindu berasal dari Weda Sruti dan Weda Smrti, dalam pengertian Sruti disini tidak tercatat melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya, namun dapat kita lihat yang tercatat pada Weda Smrti karena merupakan sumber dari suatu ingatan dari para Maharshi, untuk itu sumber-sumber Hukum Hindu dari Weda Smrti dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu 1. Kelompok Upaweda/Weda tambahan Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Weda dan Gandharwa Weda. 2. Kelompok Wedangga/Batang tubuh Weda Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa Bagian terpenting dari kelompok Wedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma. Kitab-kitab yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu adalah dapat dilihat dari berbagai kitab-kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Weda diantaranya 1. Kitab Sarasamuscaya 2. Kitab Suara Jambu 3. Kitab Siwasesana 4. Kitab Purwadigama 5. Kitab Purwagama 6. Kitab Dewagama Kerthopati 7. Kitab Kutara Manuwa 8. Kitab Adigama 9. Kitab Kerthasima 10. Kitab Kerthasima Subak 11. Kitab Paswara Dari jenis kitab diatas memang tidak ada gambaran yang jelas atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya juga dari semua kitab tersebut memuat berbagai peraturan yang tidak sama satu dengan yang lainya karena masing-masing kitab tersebut bersumber pada inti pokok peraturan yang ditekankan. Bidang-Bidang Hukum Hindu Bidang-bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri dari 1. Bidang Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran-ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain; a. Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut Rta atau dharma. b. Ajaran-ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konskuensi atau akibat sanksi. c. Tiap-tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan zaman atau waktu dan dimana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib hukumnya dilaksankan. d. Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional. 2. Bidang Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini banyak diatur tentang konskuensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan perdata dan pidana. Lembaga yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau tidak memungkinkan masuk ke pengadilan. 3. Bidang Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara, dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Disamping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok-kelompok hukum yang disebut; Warna, Kula,Gotra,Ghana,Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembnagan zaman. Kekuasaan Yudikatif diletakan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis HakimAhli, baik sebagai lembaga yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan dharma sabha, pengadilan biasa dharmaastha, pengadilan tinggi pradiwaka dan pengadilan istimewa. Pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada peserta didik atau kelompok yang lebih cepat dalam mencapai kompetensi dibandingkan dengan peserta didik lain agar mereka dapat memperdalam kecakapannya atau dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Tugas yang diberikan guru kepada peserta didik dapat berupa tutor sebaya, mengembangkn latihan secara lebih mendalam, membuat karya baru ataupun melakukan suatu proyek. Kegiatan pengayaan hendaknya menyenangkan dan mengembangkan kemampuan kognitif tinggi sehingga mendorong peserta didik untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui a. Belajar kelompok, yaitu sekelompok siswa yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan. b. Belajar mandiri, yaitu secara mandiri siswa belajar mengenai sesuatu yang diminati. c. Pembelajaran berbasis tema, yaitu memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu. d. Pemadatan kurikulum, yaitu pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. 7. Remedial dari materi Weda sebagai sumber Hukum Hindu Pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai ketuntasan kompetensi. Remedial menggunakan berbagai metode yang diakhiri dengan penilaian untuk mengukur kembali tingkat ketuntasan belajar peserta didik. Pembelajaran remedial diberikan kepada peserta didik bersifat terpadu, artinya pendidik memberikan pengulangan materi dan mengenali potensi setiap individu ataupun kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Bentuk Pelaksanaan Remedial Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain a. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat. b. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan. c. Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Siswa perlu diberi pelatihan intensif untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan. d. Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kesulitan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab. 8. Interaksi dengan orang tua Pembelajaran disekolah merupakan tanggung jawab bersama antar warga sekolah, yaitu kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan serta orang tua. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu mengkomunikasikan kegiatan pembelajaran peserta didik dengan orang tua. Orang tua dapat berperan sebagai partner sekolah dalam menunjang keberhasilan pembelajaran peserta didik. Pendidik dapat melakukan interaksi dengan orang tua. Interaksi dapat dilakukan melalui komunikasi melalui telepon, kunjungan ke rumah, atau media sosial lainnya. Pendidik juga dapat melakukan interaksi melalui lembar kerja peserta didik yang harus ditanda tangani oleh orang tua murid baik aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Melalui ineteraksi ini orang tua dapat mengetahui perkembangan baik mental, sosial, dan intelektual putra putrinya. Orang tua selalu memantau perkembangan pembelajaranya, mengingatkan akan tugas-tugas apa saja yang diberikan oleh pendidik, sering mengontrol hasil ulangan harian, tugas-tugas/PR, orang tua menanamkan nilai-nilai budi pekerti dirumah menjauhkan diri dari tindakan kekerasan isik maupun perbal. Pendidik agama Hindu bekerjasama menugaskan orang tua di rumah antara lain a. Membimbing putra/putrinya untuk rajin bersembahyang Puja Trisandya dan Panca sembah b. Rajin bersembahyang ke Pura atau ke tempat-tempat suci pada hari-hari suci. Tirta Yatra c. Rajin beryadnya d. Menghormati dan menghargai budaya Hindu e. Bersikap saling asah, asih dan asuh dengan sesama makhluk hidup. f. Menanyakan baik kepada pendidik maupun putra/putrinya tentang perkembangan pembelajaran Weda sebagai sumber Hukum Hindu, tugas, hasil ulangan maupun perkembangan sikap dan perbuatan putra/putrinya B. Bab II Sejarah Perkembangan Kebudayaan Hindu
Tetapisejarah tidak pernah berhenti, saat ini pun manusia terus mengukir sejarah. Oleh karena itu saya kali ini ingin mendiskusikan bagaimana jika Sumpah Pemuda diperbaharui pada usia ke 100 tahun ini untuk menjadi acuan Bangsa Indonesia di masa yang akan datang sebagaimana saat ini Sumpah Pemuda dijadikan acuan.
MUTIARAHINDU - Sumber hukum bagi umat Hindu atau masyarakat yang beragama Hindu adalah kitab suci Veda. Ketentuan mengenai Veda sebagai sumber hukum Hindu dinyatakan dengan tegas di dalam berbagai jenis kitab suci Veda. Sruti adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sruti merupakan sumber dari Smerti. Baik Sruti maupun Smerti keduanya merupakan sumber hukum Hindu. Kedudukan Smerti sebagai sumber hukum Hindu sama kuatnya dengan Sruti. Smerti sebagai sumber hukum Hindu lebih populer dengan istilah Manusmerti atau Dharmasastra. Dharmasastra dinyatakan sebagai kitab hukum Hindu karena di dalamnya memuat banyak peraturan yang bersifat mendasar yang berfungsi untuk mengatur dan menentukan sangsi bila diperlukan. Di dalam kitab Dharmasastra termuat serangkaian materi hukum dasar yang dapat dijadikan pedoman oleh umat Hindu dalam rangka mencapai tujuan hidup “catur purusartha” yang utama. Setiap pelanggaran baik itu merupakan delik biasa atau delik adat, tindak pidana, dan yang lainnya semuanya itu diancam hukuman. Sifat ancamannya mulai dari yang ringan sampai pada hukuman yang terberat ”hukuman mati”. Ancaman hukuman mati sebagai hukuman berat berlaku terhadap siapa saja yang melakukan tindak kejahatan, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201480. Foto Baca Pengertian Manawa Dharmaṡāstra sebagai Kitab Hukum Hindu dan Alasannya Penting Dipelajari Manawa Dharmasastra atau Manusmerti adalah kitab hukum yang telah tersusun secara teratur, dan sistematis. Kitab ini terbagi menjadi dua belas 12 Bab atau adyaya. Bila kita mempelajari kitab-kitab hukum Hindu maka kita banyak menemukan pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan titel hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hindu mengalami proses perkembangan. Kitab hukum Manawa Dharmasastra menjelaskan sebagai berikut. "Idanim dharma pramananya ha, Wedo khilo dharma mulam smrti sile ca tad widam, ācāraṡca iwa sādhūnām ātmanasyuṣþir ewa ca". Terjemahannya "Seluruh Veda merupakan sumber utama daripada dharma Agama Hindu kemudian barulah Smrti di samping kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Veda serta kemudian acara tradisi dari orang-orang suci dan akhirnya atma tusti rasa puas diri sendiri," Manawa Dharmasastra, II. 6. Berdasarkan sloka tersebut di atas kita dapat mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut urut-urutannya adalah 1 Veda Sruti, 2 Veda Smrti, 3 Sila, 4 Acara Sadacara, dan 5 Atmanas tusti. Prof. L. Oppenheim mengemukakan bahwa masalah sumber hukum itu dilihatnya dari arti kata, yakni kata sumber yang oleh beliau menyebutnya “source”. Menurut Oppenheim di dalam bukunya yang berjudul International Law A Treatire I, mengemukakan bahwa sumber yang dimaksud adalah darimana kaidah-kaidah itu bertumbuhan dan berkembang. Pengertian ini dibandingkan sebagai mata air yang mempunyai berbagai anak sungai dari mana air-air sungai itu berasal dan akhirnya sampai ke tempat tujuan. Selanjutnya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan, peninjauan sumber hukum Hindu dapat dilakukan melalui berbagai macam kemungkinan antara lain sebagai berikut. 1. Sumber Hukum Hindu menurut Sejarah Sumber Hukum Hindu dalam arti sejarah adalah sumber hukum Hindu yang digunakan oleh para ahli Hindulogi dalam peninjauan dan penulisannya mengenai pertumbuhan serta kejadiannya. Terutama dalam rangka pengamatan dan peninjauan masalah politik, filosofis, sosiologi, kebudayaan dan hukumnya, sampai pada bentuk material yang tampak berlaku pada satu masa dan tempat tertentu, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201481. Peninjauan hukum Hindu secara historis ditujukan pada penelitian data-data mengenai berlakunya kaidah hukum berdasarkan dokumen tertulis yang ada. Penekanan di sini pada dokumen tertulis karena pengertian sejarah dan bukan sejarah adalah terbatas, pada bukti tertulis. Kaidah-kaidah yang ada dalam bentuk tidak tertulis Prasejarah, tidak bersifat sejarah melainkan secara tradisional atau kebiasaan yang di dalam hukum Hindu disebut Acara. Kemungkinan kaidah-kaidah yang berasal dari jaman prasejarah ditulis dalam zaman sejarah, dapat dinilai sebagai satu proses pertumbuhan sejarah hukum dari satu fase ke fase yang baru. Dari pengertian sumber hukum tertulis, peninjauan sumber hukum Hindu dapat dilihat berdasarkan penemuan dokumen yang dapat kita baca dengan melihat secara umum dan otensitasnya. Menurut bukti-bukti sejarah, dokumen tertua yang memuat pokok-pokok hukum Hindu, untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam Veda yang dikenal dengan nama Sruti. Kitab Veda Sruti tertua adalah kitab Reg Veda yang diduga mulai ada pada tahun 2000 SM. Kita harus dapat membedakan antara fase turunnya wahyu Sruti dengan fase penulisannya. Saat penulisannya itu merupakan fase baru dalam sejarah hukum Hindu dan diperkirakan telah dimulai pada abad ke X SM. Berdasarkan penemuan huruf yang mulai dikenal dan banyak dipakai pada zaman itu. Sejak tahun 2000 SM – 1000 SM. Ajaran hukum yang ada masih bersifat tradisional di mana isi seluruh kitab suci Veda itu disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi yang baru. Sementara itu jumlah kaidah-kaidah itu berkembang dan bertambah banyak. Adapun kitab-kitab berikutnya yang merupakan sumber hukum pula timbul dan berkembang pada jaman Smerti. Dalam jaman ini terdapat Yajur Veda, Atharwa Veda dan Sama Veda. Kemudian dikembangkan pula kitab Brahmana dan Aranyaka. Semua kitab yang dimaksud merupakan dokumen tertulis yang memuat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada zaman itu. Fase berikutnya dalam sejarah pertumbuhan sumber hukum Hindu adalah adanya kitab Dharmasastra yang merupakan kitab undang-undang murni bila dibandingkan dengan kitab Sruti. Kitab ini dikenal dengan nama kitab smerti, yang memiliki jenis-jenis buku dalam jumlah yang banyak dan mulai berkembang sejak abad ke 10 SM. Di dalam buku-buku ini pula kita dapat ketahui keterangan tentang berbagai macam cabang ilmu dalam bentuk kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai landasan pola berpikir dan berbuat dalam kehidupan ini. Kitab Smerti ini dikelompokkan menjadi enam jenis yang dikenal dengan istilah Sad Vedangga. Dalam kaitannya dengan hukum yang terpenting dari Sad Vedangga tersebut adalah dharma sastra Ilmu Hukum, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201482. Kitab dharma sastra menurut bentuk penulisannya dapat dibedakan menjadi dua macam, antara lain; 1 Sutra, yaitu bentuk penulisan yang amat singkat yakni semacam aphorisme. 2 Sastra, yaitu bentuk penulisan yang berupa uraian-uraian panjang atau lebih terinci. Di antara kedua bentuk tersebut di atas, bentuk sutra dipandang lebih tua waktu penulisannya yakni sekitar kurang lebih tahun 1000 SM. Sedangkan bentuk sastra kemungkinannya ditulis sekitar abad ke 6 SM. Kitab Smerti merupakan sumber hukum baru yang menambahkan jumlah kaidah-kaidah hukum yang berlaku bagi masyarakat Hindu. Di samping kitab-kitab tersebut di atas yang digunakan sebagai sumber hukum Hindu, juga diberlakukan adat-istiadat. Hal ini merupakan langkah maju dalam perkembangan hukum Hindu. Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut pun dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain; Pada zaman Krta Yuga, berlaku hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Manu. Pada zaman Treta Yuga, berlaku hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Gautama. Pada zaman Dwapara Yuga, berlaku hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Samkhalikhita. Pada zaman Kali Yuga, berlaku hukum Hindu Manawa Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara. Keempat bentuk kitab Dharmasastra di atas, sangat penting kita ketahui dalam hubungannya dengan perjalanan sejarah hukum Hindu. Hal ini patut kita camkan mengingat agama Hindu bersifat universal, yang berarti kitab Manawa Dharmasatra yang berlaku pada zaman Kali Yuga juga dapat berlaku pada zaman Trata Yuga. Demikian juga sebaliknya. Selanjutnya sejarah pertumbuhan hukum Hindu dinyatakan terus berkembang. Hal ini ditandai dengan munculnya tiga mazhab dalam hukum Hindu di antaranya adalah, 1 Aliran Yajnawalkya oleh Yajnawalkya, 2 Aliran Mitaksara oleh Wijnaneswara, 3 Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana. Muncul dan tumbuhnya aliran-aliran hukum Hindu ini merupakan fenomena sejarah hukum Hindu yang semakin luas dan berkembang. Bersamaan dengan itu pula bermunculan kritikus-kritikus Hindu yang membahas tentang berbagai aspek hukum Hindu, serta bertanggung jawab atas lahirnya aliran-aliran hukum tersebut. Sebagai akibatnya maka timbullah berbagai masalah hukum yang relatif menimbulkan realitas kaidah-kaidah hukum Hindu di antara berbagai daerah Hindu, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201483. Dua dari aliran hukum yang muncul itu akhirnya sangat berpengaruh bagi perkembangkan hukum Hindu di Indonesia, terutama aliran Mitaksara, dengan berbagai pengadaptasiannya. Di Indonesia kita warisi berbagai macam lontar dengan berbagai nama, seperti Usana, Gajahmada, Sarasamuscaya, Kutara Manawa, Agama, Adigama, Purwadigama, Krtapati, Krtasima, dan berbagai macam sasana di antaranya Rajasasana, Siwasasana, Putrasasana, Rsisasana dan yang lainnya. Semuanya itu adalah merupakan gubahan yang sebagian bersifat penyalinan dan sebagian lagi bersifat pengembangan. Perlu dan penting kita ketahui sumber hukum dalam arti sejarah adalah adanya Rajasasana yang dituangkan dalam berbagai prasasti dan paswara-paswara yang digunakan sebagai yurisprudensi hukum Hindu yang dilembagakan oleh raja-raja Hindu. Hal semacam inilah yang nampak pada kita secara garis besarnya mengenai sumber-sumber Hukum Hindu berdasarkan sejarahnya. 2. Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologi Pengetahuan yang membicarakan tentang kemasyarakatan disebut dengan sosiologi. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan agama, budaya, bahasa, suku, darah dan yang lainnya. Hubungan di antara mereka telah mempunyai aturan yang melembaga, baik berdasarkan tradisi maupun pengaruh-pengaruh baru lainnya yang datang kemudian. Pemikiran tentang berbagai kaidah hukum tidak terlepas dari pandangan-pandangan masyarakat setempat. Terlebih pada umumnya hukum itu bersifat dinamis, maka peranan para pemikir, orang-orang tua, lembaga desa, parisadha dan lembaga yang lainnya turut mewarnai perkembangan hukum yang dimaksud. Di dalam mempelajari data-data tertentu yang bersumber pada kitab Veda, kitab Nirukta menjelaskan sebagai berikut. "Sakṣat kṛta dharmana ṛṣayo, bubhuvuste’ sakṣat kṛta dharmabhya upadesena mantran sampraduh". Terjemahannya "Para ṛṣi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum merealisasikan hal itu", Nirukta I. 19, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201484. Kitab suci tersebut secara tegas menyatakan bahwa sumber hukum dharma bukan saja hanya kitab-kitab sruti dan smerti, melainkan juga termasuk sila tingkah laku orang-orang beradab, acara adat-istiadat atau kebiasaan setempat dan atmanastusti yaitu segala sesuatu yang memberikan kebahagiaan pada diri sendiri. Oleh karena aspek sosiologi tidak hanya sebatas mempelajari bentuk masyarakat tetapi juga kebiasaan dan moral yang berkembang dalam masyarakat setempat. Sloka-sloka yang menggariskan Veda sebagai sumber hukum yang bersifat universal di dalam kitab Manawa Dharmasastra dinyatakan sebagai berikut. "Kamatmata na prasasta na caiwehastya kamatakamyohi Veda dhigamah karmayogas ca waidikah" Terjemahannya "Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh phala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan itu bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda,"Manawa Dharmasastra, "Teṣu samyag warttamāno gacchatya mara lokatām, yathā samkalpitāṁṡceha sarvān kāmān samaṡnute". Terjemahannya "Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan memperoleh semua keinginan yang ia mungkin inginkan" Manawa Dharmasastra, "Yo’ wamanyeta te mūle hetu sāstrā srayad dwijaá, sa sādhubhir bahiskāryo nāstiko wedanindakaá". Terjemahannya "Setiap dwijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan memandang rendah kedua sumber hukum Sruti dan Smerti harus dijauhkan dari orang-orang bijak sebagai seorang atheis dan yang menentang Veda", Manawa Dharmasastra, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201485. "Pitridewamanusyanam wedascaksuh sanatanah, asakyamca prameyamca weda sastram iti sthitah", Terjemahannya "Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, dewa-dewa, dan manusia; peraturan-peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan", Manawa Dharmasastra, "Ya wda wahyah smrtayo yasca kasca kudrstayah, sarwastanisphalah pretya tamo nisthahitah smrtah" Terjemahannya "Semua tradisi dan sistim kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan memberi pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan", Manawa Dharmasastra, "Utpadyante syawante ca yanyato nyani kanicit, tanyar wakalika taya nisphalanyanrtaani ca". Terjemahannya "Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah, tidak berharga dan palsu karena tak berpahala", Manawa Dharmasastra, XII. 96 "Wibharti sarwabhutani wedasastram sanatanam, tasmadetat param manye yajjantorasya sadhanam". Terjemahannya "Ajaran Veda menyangga semua mahkluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat, itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insani", Manawa Dharmasastra, XII. 99 "Senapatyam ca rajyam ca dandanetri twamewa ca, sarwa lokadhipatyam ca wedasastra widarhati". Terjemahannya "Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan penguasa atas semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu", Manawa Dharmasastra, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201486. Sesungguhnya banyak sloka-sloka suci Veda yang menekankan betapa pentingnya Veda, baik sebagai ilmu maupun sebagai alat di dalam membina masayarakat. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada itu penghayatan Veda bersifat sangat penting karena bermanfaat bukan saja kepada orang itu tetapi juga yang akan dibinanya. Karena itu Veda bersifat obligator baik untuk dihayati, diamalkan, maupun sebagai ilmu. Baca Hubungan Dharmaṡāstra dengan Manawa Dharmaṡāstra Dengan mengutip beberapa sloka yang bersangkutan dalam menghayati Veda, nampaknya semakin jelas mengapa Veda, baik Sruti maupun Smrti sangat penting. Kebajikan dan kebahagiaan berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadi hakikat dan tujuan dari penyebaran Veda itu. 3. Sumber Hukum Hindu dalam Arti Formal Yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti formal menurut Prof. Mr. Van Aveldoorm adalah sumber hukum yang berdasarkan bentuknya yang dapat menimbulkan hukum positif. Artinya dibuat oleh badan atau lembaga yang berwenang. Yang termasuk sumber hukum dalam arti formal dan bersifat pasti, yaitu; 1 undang-undang, 2 kebiasaan dan adat, 3 traktat. Di samping sumber-sumber hukum yang disebutkan di atas, ada juga sumber hukum yang diambil dari yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum. Dengan demikian dapat kita lihat susunan sumber hukum dalam arti formal sebagai 1 undang-undang, 2 kebiasaan dan adat, 3 traktat, 4 yurisprudensi, dan 5 pen-dapat ahli hukum yang terkenal. Sistematika susunan sumber hukum seperti tersebut di atas ini, dianut pula dalam hukum internasional sebagai tertera dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional dengan menambahkan azas-azas umum hukum yang diakui oleh berbagai bangsa yang beradab sebagai sumber hukum juga. Dengan demikian, susunan hukum dapat dilihat juga sebagai a traktat internasional yang kedudukannya sama dengan undang-undang terhadap negara itu, b kebiasaan internasional, c azas-azas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab, d keputusan-keputusan hukum sebagai yurisprudensi bagi suatu negara, dan e ajaran-ajaran yang dipublisir oleh para ahli dari berbagai negara hukum tersebut sebagai alat tambahan dalam bidang pengetahuan hukum. Sistem dan azas yang digunakan untuk masalah sumber hukum terdapat pula dalam kitab Veda, terutama dalam kitab Manawa Dharmasastra sebagai berikut. "Idanim dharma pra mananya ha, vedo’khilo dharma mulam smrti sile, ca tad vidam acarasca iva, sadhunam atmanastustireva ca", Manawa Dharmasastra Mudana dan Ngurah Dwaja, 201487. Terjemahannya "Seluruh pustaka suci Veda sruti merupakan sumber utama dharma agama Hindu, kemudian barulah smerti di samping sila kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Veda dan kemudian acara tradisi-tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya atmanstuti rasa puas diri sendiri". Berdasarkan penjelasan sloka suci kitab hukum Hindu tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa sumber-sumber hukum Hindu menurut Manawa Dharmasastra, adalah Veda Sruti, Veda Smerti, Sila, Acara Sadacara, Atmanastuti. Sruti berdasarkan penafsiran yang otentik dalam kitab smerti adalah Veda dalam arti murni, yaitu wahyu-wahyu yang dihimpun dalam beberapa buah buku, yang disebut mantra samhita. Kitab Veda samhita ada empat jenis yang disebut dengan catur Veda samhita. Bila keberadaan kitab-kitab ini kita bandingkan dengan kitab perundang-undangan, maka sruti adalah undang-undang dasar itu, karena sruti merupakan sumber atau asal dari segala aturan sumber dari segala sumber hukum. Sedangkan smerti merupakan peraturan-peraturan atau ajaran-ajaran yang dibuat bersumberkan pada sruti. Oleh karena itu, dalam perundang-undangan smerti disamakan dengan undang-undang, baik undang-undang organik maupun undang-undang anorganik. Sila merupakan tingkah laku orang-orang beradab, dalam kaitannya dengan hukum, sila menjadikan tingkah laku orang-orang beradab sebagai contoh dalam kehidupan. Sedangkan acarya adalah adat-istiadat yang hidup dalam masyarakat yang merupakan hukum positif. Atmanastuti adalah rasa puas pada diri. Rasa puas merupakan ukuran yang selalu diusahakan oleh setiap manusia. Namun, kalau rasa puas itu diukur pada diri pribadi seseorang akan menimbulkan berbagai kesulitan karena setiap manusia memiliki rasa puas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, rasa puas tersebut harus diukur atas dasar kepentingan publik atau umum. Penunjukkan rasa puas secara umum tidak dapat dibuat tanpa pelembagaannya. Veda menggunakan sistem kemajelisan sebagai dasar ukuran untuk dapat mewujudkan rasa puas tersebut. Majelis Parisadha adalah majelis para ahli yang disebut para wipra brahmana, ahli dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Demikian keberadaan hukum formal bila dikaitkan dengan keberadaan hukum agama, beserta lembaganya yang ada sampai sekarang ini, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201488. 4. Sumber Hukum Hindu dalam Arti Filsafat Sumber hukum dalam arti filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian yang tak terpisahkan atau integral dari agama. Filsafat adalah ilmu pikir, dan juga merupakan pencairan rasional ke dalam sifat kebenaran atau realistis, yang juga memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan yang lembut dari kehidupan ini, di mana ia juga menunjukkan jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian. Berfilsafat itu bermula dari keperluan praktis umat manusia yang ingin mengetahui masalah-masalah transendental ketika ia berada dalam perenungan tentang hakikat kehidupan. Filsafat membimbing manusia tidak saja menjadi pandai, tetapi juga menuntun untuk mencapai tujuan hidup, yaitu jagadhita dan moksa. Untuk dapat hidup bahagia, baik di dunia maupun di akhirat diperlukan keharmonisan hidup. Hal ini bisa diajarkan dan diberikan filsafat. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu, ilmu filsafat Hindu menegaskan sistem dan metoda pelaksanaannya sebagai; a harus berdasarkan pada dharma, b harus diusahakan melalui keilmuan Jnana, c hukum didasarkan pada kepercayaan Sadhana, d harus didasarkan pada usaha yang secara terus menerus dengan pengendalian pikiran, ucapan, dan perilaku, serta e harus ditebus dengan usaha prayascita penyucian. Dalam filsafat Hindu mengajarkan sistem dan metoda penyampaian buah pikiran. Logika dan pragmatisme guna mendapatkan kebenaran ilmu pramana disebut satya. Kita harus menyadari bahwa hukum itu menyangkut berbagai bidang. Oleh sebab itu, filsafat sangat diperlukan untuk menyusun hipotesis hukum. Bahkan boleh dikatakan filsafat menempati kedudukan yang amat penting di dalam ilmu hukum yang disebut ”filsafat hukum.” Agama bukan hanya mengajarkan bagaimana manusia menyembah Tuhan, tetapi juga memuat tentang filsafat, hukum, dan lain-lain. Manawa Dharmasastra adalah kitab suci agama Hindu, yang memuat berbagai masalah hukum dilihat dari sistem kefilsafatannya, sosiologinya, dan bahkan dari aspek politik. Mengingat masalah hukum tersebut menyangkut berbagai bidang yang sangat luas, maka tidak akan terelakkan betapa pentingnya arti filsafat dalam menyusun suatu hipotesa hukum, bahkan filsafat menduduki tempat yang terpenting dalam ilmu hukum yang dituangkan dalam suatu cabang ilmu hukum yang disebut ”filsafat hukum”, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201489. Berdasarkan sistem pertimbangan materi dan luas ruang lingkup isinya itu jelas kalau jumlah jenis buku Veda itu banyak. Walaupun demikian kita harus menyadari bahwa Veda itu mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh umat manusia. Maha Rsi Manu membagi jenis isi Veda itu ke dalam dua kelompok besar yang disebut Veda Sruti, Veda Smrti. Pembagian tersebut selanjutnya untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Veda baik secara tradisional maupun secara institusionil ilmiah. Dalam hal ini kelompok Veda Sruti merupakan kelompok buku yang isinya hanya memuat “Wahyu” Sruti sedangkan kelompok kedua Smrti adalah kelompok yang sifat isinya sebagai penjelasan terhadap “Sruti”. Jadi merupakan “manual”, buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan Sruti. Kalau kita bandingkan dengan ilmu politik, “Sruti”, merupakan UUD-nya Hindu sedangkan “Smrti” adalah UU pokok. pelaksanaannya adalah kitab Nibandha, atau Carita, atau Sasana. Kedua-duanya merupakan sumber hukum yang mengikat yang harus diterima. Oleh karena itu, Bhagawan Manu menegaskan di dalam kitab Manawa Dharmasastra sebagai berikut. "Srutistu wedo wijneyo dharmasastram tu wai smrtih, Te sarwar thawam imamsye tabhyam dharmohi nirBabhu". Terjemahannya "Sesungguhnya Sruti Wahyu adalah Veda demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apa pun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari hukum suci dharma itu", Manawa Dharmasastra Sistem ini akan lebih tampak kalau kita mendalami tiap-tiap materi isi Veda itu. Untuk mempermudah pembahasan materi isi Veda, di bawah ini akan dibicarakan tiap-tiap bidang pembagian oleh Bhagawan Manu, yang membedakan jenis Veda itu ke dalam bentuk Sruti dan Smrti. Untuk dapat memahami seluruh materi yang dikodifisir di dalam kedua bidang Veda itu, berikut ini dapat diuraikan berturut-turut, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201490. 1. Sruti Kelompok Sruti, menurut Bhagawan Manu, merupakan Veda yang sebenarnya, atau Veda orginair. Menurut sifat isinya Veda ini dibagi atas tiga bagian yaitu, a bagian mantra, b bagian brahmana Karma Kanda, dan c bagian upanisad/aranyaka JnanaKanda. a. Mantra Bagian mantra terdiri atas empat himpunan samhita yang disebut Catur Veda Samhita, yaitu sebagai berikut. 1 Rg. Veda atau Rg Veda Samhita, 2 Sama Veda atau Sama Veda Samhita, 3 Yajur Veda atau Yajur Veda Samhita, 4 Atharwa Veda atau Atharwa Veda Samhita. Dari keempat kelompok Veda itu, tiga kelompok pertama sering disebut-sebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Karena itu disebut Tri Veda Veda Trayi. Pengenalan Catur Veda hanya karena kenyataan Veda itu secara sistematik telah dikelompokkan atas empat, yaitu 1 Rg Veda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan Rc. atau Rcas. Arc.=memuja Arc. Rc, 2 Sama Veda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu, 3 Yajur Veda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok yajna. Jenis Veda ini ada dua macam, yaitu; a Yajur Veda Hitam Krisna Yajur Veda yang terdiri atas beberapa resensi; a Taitiriya Samhita dan Maitrayani Samhita, b Yajur Veda Putih Sukla Yajur Veda yang juga disebut Wajaseneyi Samhita. 4 Atharwa Veda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Kitab Rg Veda merupakan kumpulan dari ayat-ayat yang tertua. Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam resensi ini yang masih terpelihara adalah resensi Sakala sedangkan resensi-resensi lainnya banyak yang tidak sempurna lagi karena mantra-mantranya hilang. Di dalam mempelajari ajaran-ajaran Hindu dewasa ini para sarjana umumnya berpedoman kepada resensi Sakala untuk mengetahui seluruh ajaran yang terdapat di dalam Rg Veda itu. Berdasarkan resensi itu Rg Veda samhita terdiri atas 1017 hymm mantra atau 1028 mantra termasuk bagian mantra Walakhilya atau disebut pula terdiri atas 1058½ stanza atau 153826 kata-kata atau 432000 suku kata. Rg. Veda terbagi atas 10 mandala, Rg. Veda dibagi pula atas 8 bagian yang disebut “Astaka” Mandala 2-8 merupakan himpunan ayat-ayat dari keluarga-keluarga Maha Rsi tunggal sedangkan Mandala 1, 9, 10 merupakan ayat-ayat dari banyak Maha Rsi, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201491. Sama Veda terdiri atas mantra-mantra yang berasal dari Rg. Veda. Menurut penelitian Sama Veda terdiri atas 1810 mantra atau kadang-kadang ada yang mengatakan 1875. Sama Veda terbagi atas bagian Arcika terdiri atas mantra-mantra pujian yang bersumber dari Rg. Veda dan bagian Uttaracika yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri atas beberapa buku nyanyian pujaan gana. Dari kitab-kitab yang ada, yang masih dapat kita jumpai antara lain Ranayaniya, Kautuma dan Jaiminiya Talawakara. Walaupun demikian di dalam usaha penulisan kembali kitab Sama Veda itu telah diusahakan sedemikian rupa supaya tidak banyak yang hilang. Yajur Veda terdiri dari mantra-mantra yang sebagian besar dari Rg. Veda ditambah dengan beberapa mantra yang merupakan tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan Patanjali, kitab ini terdiri atas 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap. Kitab ini terbagi atas dua aliran, yaitu; 1 Yajur Veda Hitam Krisna Yajur Veda. Kitab ini terdiri atas 4 resensi yaitu; a Kathaka Samhita, b Kapisthalakatha Samhita, c Taithiriya Samhita terdiri atas dua aliran yaitu Apastamba dan Hiranyakesin, d Maitrayani Samhita atau Kalapa Samhita. 2 Yajur Veda Putih Sukla Yajur Veda, juga dikenal Wajasaneyi Samhita. Kitab ini terdiri atas 2 resensi, yaitu Kanwa, dan Madhyandina. Antara kedua resensi itu hanya terdapat sedikit perbedaan. Yajur Veda Putih terdiri atas 1975 mantra yang isinya umumnya menguraikan berbagai jenis yajna besar seperti Wajapeya, Aswameda, Sarwamedha dan berbagai jenis yajna lainnya. Bagian terakhir dari Veda ini memuat ayat-ayat yang kemudian dijadikan Isopanisad. Perbedaan pokok antara Yajur Veda Putih dengan Yajur Veda Hitam hanya sedikit saja. Yajur Veda Putih terdiri atas mantra-mantra dan doa-doa yang harus diucapkan pendeta di dalam upacara sedangkan mantra-mantra di dalam Yajur Veda Hitam terdapat pula mantra-mantra yang menguraikan arti yajna. Bagian terakhir ini merupakan bagian tertua dari Yajur Veda itu. Di dalam Veda ini kita jumpai pula pokok-pokok upacara Dasapurnamasa yaitu upacara yang harus dilakukan pada saat-saat bulan purnama dan bulan gelap, di samping berbagai jenis upacara besar yang penting artinya dilakukan setiap harinya. Atharwa Veda yang disebut Atharwangira,merupakan kumpulan mantra-mantra yang juga banyak berasal dari Rg. Veda. Kitab ini memiliki 5987 mantra puisi dan prosa, dan terpelihara dalam dua resensi, yaitu 1 Resensi Saunaka. Resensi ini paling terkenal dan terdiri atas 21 buku, 2 Resensi Paippalada, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201492. b. Brahmana Karma Kanda Bagian kedua yang terpenting dari kitab Sruti ini adalah yang disebut Brahmana atau Karma Kanda. Himpunan buku-buku ini disebut Brahmana. Tiap mantra Rg, Sama, Yajur, Atharwa memiliki Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi kitab Brahmana adalah kitab yang berisi himpunan doa-doa yang digunakan upacara yajna. Kadang-kadang Brahmana diartikan sebagai yang menjelaskan arti kata ucapan mantra. Kitab Rg. Veda memiliki dua jenis buku Brahmana, yaitu Aitareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana Sankhyana Brahmana. Kitab Brahmana yang pertama terdiri atas 40 Bab dan yang kedua terdiri atas 30 Bab. Kitab Sama Veda memiliki kitab Tandya Brahmana yang juga sering dikenal dengan nama Pancawimsa. Kitab ini memuat legenda cerita-cerita kuno yang dikaitkan dengan upacara yajna. Di samping itu ada pula Sadwimsa Brahmana. Kitab ini terbagi atas 25 buku di mana bagian terakhir yang terkenal adalah Adbhuta Brahmana, merupakan jenis Wedangga yang memuat tentang ramalan-ramalan dan penjelasan mengenai berbagai mukjizat. Yajur Veda memiliki beberapa kitab Brahmana pula. Yajur Veda Hitam krisna Yajur Veda memiliki Taittiriya Brahmana. Kitab ini merupakan lanjutan Taittiriya Samhita. Kitab ini yang menguraikan simbolisasi “ Purusamedha” yang telah diartikan secara salah di dalam tradisi Yajur Veda Putih Sukla Yajur Veda memiliki Satapatha Brahmana. Nama ini disebut demikian karena kitab ini terdiri atas 100 adhyaya. Bagian terakhir dari kitab ini merupakan sumber bagi kitab Brahadaranyaka Upanisad. Di dalam kitab Brahmana ini mula-mula kita jumpai cerita Sakuntala, Pururawa, Urwasi dan cerita-cerita tentang ikan. Atharwa Veda ini memiliki kitab Gopathabrahmana. c. Upanisad dan Aranyaka Jnana Kanda Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra-mantra yang membahas berbagai aspek teori mengenai ketuhanan. Himpunan ini merupakan bagian Jnana Kanda dari Veda Sruti. Sebagaimana halnya dengan tiap-tiap mantra memiliki kitab Brahmana, demikian pula tiap-tiap mantra memiliki kitab-kitab Aranyaka atau kitab ini disebut Rahasiya Jnana karena isinya membahas hal-hal yang bersifat rahasia. Di dalam penelitian mengenai berbagai naskah kitab suci Hindu Dr. G. Sriniwasa Murti di dalam introduksi kitab Saiwa Upanisad mengemukakan bahwa tiap-tiap Sakha cabang ilmu Veda merupakan satu Upanisad. Dari catatan yang ada, antara lain; 1 Rg. Veda terdiri atas 21 sakha, 2 Sama Veda terdiri atas 1000 sakha, 3 Yajur Veda terdiri atas 109 sakha, dan 4 Atharwa Veda terdiri atas 50 sakha, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201493. Berdasarkan jumlah Sakha itu 118 sakha maka jumlah upanisad seyogianya sebanyak 1180 buah buku tetapi berdasarkan catatan Muktikopanisad, jumlah upanisad yang disebut secara tegas adalah sebanyak 108 buah buku. Adapun perincian dari kitab-kitab upanisad itu adalah 1 Upanisad yang tergolong Rg. Veda yaitu antara lain Aitareya, Kau-sitaki, Nada-bindu,Atmaprabodha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhagya dan Bahwrca Upanisad, yang semuanya berjumlah 10 Upanisad, 2 Upanisad yang tergolong jenis Sama Veda, antara lain Kena, Chandagya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta, Kondika, Sawitri, Rudraksajabala, Darsana dan Jabali. Semuanya berjumlah 16 Upanisad, dan 3 Upanisad yang tergolong jenis Yajur Veda, yaitu antara lain a untuk jenis Yajur Veda Hitam, terdiri atas Kathawali, Taittiriyaka, Brahma, Kaiwalya, Swetaswatara, Garbha, Narayana, Amrtabindu, Asartanada, Kalagnirudra, Kausika, Sukharahasya, Tejobindu, Dhyanabindu, Brahmawidya, Yogatattwa, Daksinamurti, Skanda Sariraka, Yogasikha, Ekaksara, Aksi, Awadhuta, Katha, Rudrahrdaya, Yogakundalini, Pancabrahma, Pranagnihotra, Waraha, Kalisandarana dan Saraswatirahasya, semuanya berjumlah 32 Upanisad, b Untuk jenis Yajur Putih, terdiri atas Isawasya, Brhadaranyaka, Jabala, Hamsa, Paramahamsa, Subata, Mantrika, Niralambha, Trisikhibrahmana, Mandalabrahmana, Adwanyataraka, Pingala Bhiksu, Turiyatita, Adhyatma, Tarasara, Yajnawalkya, Satyayani dan Muktika. Semuanya berjumlah 19 yang tergolong jenis Atharwa Veda, yaitu antara lain Prasna, Munduka, Mundukya, Atharwasria, Atharwasikha, Brhajjabala, Nrsimhatapini, Naradapariwrajaka, Sita, Sarabha, Maha-narayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya, Paramahamsapariwra-jaka, Annapurna, Surya, Atma, Pasupata, Parabrahmana, Tripuratapini, Dewi, Bhawana, Brahma, Ganapati, Mahawakya, Gopalatapini, Krisna, Hayagriwa, Dattatreya dan Garuda Upanisad, semuanya berjumlah 31 Upanisad. Dengan memperhatikan deretan nama-nama kelompok Mantra Brahmana dan Upanisad di atas, jelas bahwa kitab Sruti meliputi jumlah yang cukup banyak. Untuk mendalami Dharma, semua buku itu merupakan sumber utama dan kedudukannya mutlak perlu dihayati. 2. Smrti Smrti adalah Veda, karena kedudukannya disamakan dengan veda Sruti. Fakta ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra sebagai berikut. Sesungguhnya Sruti adalah Veda dan Smrti adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan karena sumber dari hukum suci, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201494. Dari ketentuan itu jelas bahwa Dharmasastra berusaha menunjukkan tingkat kedudukan Smrti sama dengan Sruti. Dalam penterjemahan istilah Smrti itu kadang-kadang mengandung banyak arti seperti a Sejenis kelompok kitab Veda yang lahir dari ingatan, b Nama untuk menyebutkan tradisi yang bersumber pada kebiasaan yang disebut di dalam Veda Manawa Dharmasastra, c Nama jenis kitab Dharmasastra. Istilah ini lebih sempit artinya jika dibandingkan dengan istilah Smrti menurut arti kelompok a di atas. Menurut tradisi dan lazim telah diterima di bidang tulisan ilmiah, istilah Smrti adalah untuk menyebutkan jenis kelompok Veda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokkan isi materi secara lebih sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya, Smrti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok Veda Smrti, yaitu a. Kelompok Vedangga Batang tubuh Veda. dan, b. Kelompok Upaveda Veda tambahan. a. Kelompok Vedangga Kelompok Vedangga terdiri atas 6 bidang Veda, yaitu 1 Siksa Phonetika, 2 Wyakarana Tatabahasa, 3 Chanda Lagu, 4 Nirukta Sinonim dan antonim, 5 Jyotisa Astronomi, dan 6 Kalpa Rituil. 1 Siksa Phonetika Cabang ilmu Veda yang disebut Siksa penting artinya, karena Kodifikasi Veda yang diuraikan berdasarkan ilmu fonetik erat sekali hubungannya dengan ilmu Veda Sruti. Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara yang tepat dalam mengucapkan mantra serta tinggi rendah tekanan suara. Buku-buku Siksa ini disebut Pratisakhya yang dihubungkan dengan berbagai resensi Veda Sruti. Di antara buku-buku Pratisakhya yang ada antara lain 1 Rg. Vedapratisakhya, himpunan Bhagawan Saunaka berasal dari resensi Sakala, 2 Taittiriyapratisakhyasutra berasal dari resensi Taitiriya dan Krisna Yajur Veda, 3 Wajasaneyipratisakhyasuta himpunan Bhagawan Katyayana berasal dari resensi Madhyandini Sukla Yajur Veda, 4 Samapratisakhya untuk Sama Veda, dan 5 Atharwa Veda Pratisakhyasutra caturadhyayika untuk Kitab Atharwa Veda. Penulis-penulis lainnya yang juga membahas Pratisakhya itu antara lain Maha Rsi Baradwaja, Maha Rsi Wyasa Abyasa, Maha Rsi Wasistha dan Yajnawalkya. 2 Wyakarana Wyakarana sebagai suplemen batang tubuh Veda dianggap sangat penting dan menentukan karena untuk mengerti dan menghayati Veda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dari bahasa yang benar. Asal mula teori pengajaran Wyakarana, bersumber pada Kitab Pratisakhya, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201495. Di antara pemuka agama yang mengkodifikasi tata bahasa itu antara lain Sakatayana, Panini, Patanjali, dan Yaska. Dari nama-nama itu yang terkenal adalah Bhagawan Panini yang menulis Astangyayi dan Patanjali Bhasa. Dari Bhagawan Patanjali kita mengenal kata bahasa untuk menyebutkan bahasa Sansekerta populer dan Daiwiwak Bahasa para Dewa-Dewa untuk bahasa Sansekerta yang terdapat di dalam kitab Veda, mula-mula disebut oleh Panini. 3 Chanda lagu Chanda adalah cabang Veda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Peranan Chanda di dalam sejarah penulisan Veda sangat penting karena semua ayat-ayat dapat dipelihara turun-temurun seperti nyanyian yang mudah diingat. Di antara berbagai jenis Kitab Chanda, yang masih terdapat dewasa ini adalah dua buku antara lain Nidansutra dan Chandasutra. Kitab terakhir itu dihimpun oleh Bhagawan Pinggala. 4 Nirukta sinonim dan antonim. Kelompok jenis kitab Nirukta isinya terutama memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Veda. Kitab tertua dari jenis ini dihimpun oleh Bhagawan Yaska bernama Nirukta, ditulis pada kurang lebih tahun 800 Kitab ini membahas tiga masalah yaitu; a Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya, b Naighamakanda Aikapadika, memuat kata-kata yang berarti ganda, dan c Daiwataanda menghimpun nama Dewa-Dewa yang ada di angkasa, bumi dan surga. 5 Jyotisa astronomi Kelompok Jyotisa merupakan pelengkap Veda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yajna. Isinya yang penting membahas peredaran tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yajna. Satu-satunya buku Jyotisa yang masih kita jumpai ialah Jyotisavedangga yang penulisnya sendiri tidak dikenal. Kitab ini dihubungkan dengan Yajur Veda dan Rg. Veda. 6 Kalpa ritual. Kelompok Kalpa ini merupakan kelompok Vedangga yang terbesar dan yang penting. Isinya banyak bersumber pada kitab Brahmana dan sedikit pada kitab-kitab Mantra; a Bidang Srauta, b Bidang Grhya, c Bidang Dharma, dan d Bidang Sulwa, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201496. Srauta atau Srautrasutra memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, yang berhubungan dengan upacara keagamaan, baik upacara besar, upacara kecil dan upacara harian. Demikian pula kitab Grhya atau Grhyasutra memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang telah berumah tangga. Di samping itu terdapat pula jenis kitab-kitab Kalpa yang tergolong dalam bidang Srauta dan Grhya yaitu kitab Sraddhakalpad Pitrimedhasutra. Kitab ini memuat pokok-pokok ajaran mengenai tata cara upacara yang berhubungan dengan arwah orang-orang yang telah meninggal. Ada pula kitab Prayascitta Sutra yang merupakan suplemen dari kitab Waitanasutra dari Atharwaveda. Dari semua jenis Kalpa yang terpenting adalah bagian “Dharmasutra”, yang membahas berbagai aspek mengenai peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Demikian pentingnya kitab ini sehingga menimbulkan kesan bahwa yang dimaksud Veda Smrti adalah Dharmasastra. Penulis-penulis Dharmasastra antara lain sebagaimana disebutkan di bawah ini. a Bhagawan Manu. b Bhagawan Apastamba. c Bhagawan Bhaudhayana. d Bhagawan Harita. e Bhagawan Wisnu. f Bhagawan Wasistha. g Bhagawan Waikanasa. h Bhagawan Sankha Likhita. i Bhagawan Yajnawalkya,dan j Bhagawan Parasara. Di antara nama-nama penulis Kitab Dharmasastra yang terkenal adalah Bhagawan Manu. Maha Rsi Manu menulis Manawa Dharmasastra yang karyanya ditulis oleh Bhagawan Bhrgu. Menurut tradisi, tiap yuga mempunyai ciri khas dan Dharmasastra tersendiri. a Manu menulis Manawa Dharmasastra untuk Satyayuga. b Yajnawalkya menulis Dharmasastra untuk Tritayuga. c Sankha Likhita menulis Dharmasastra untuk Dwaparayuga, dan d Parasara menulis Dharmasastra untuk Kaliyuga, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201497. Walaupun pembagian itu telah ada namun secara material isinya saling tindih antara yang satu dengan yang lain karena itu sifatnya saling mengisi. Bagian terakhir dari jenis Kalpa adalah kelompok kitab Sulwa-sutra. Kitab ini memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan pura, candi, bangunan-bangunan lain, dan lain-lain yang berhubungan dengan ilmu arsitektur. Kelompok ini memiliki beberapa buku, antara lain; 1 Silpasastra, 2 Kautuma, 3 Mayamata, 4 Wastuwidya, 5 Manasara, 6 Wisnudharmo-tarapurana dan lain sebagainya. b. Kelompok Upaveda Upaveda adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Vedangga. Kelompok ini kodifikasinya terdiri atas beberapa cabang ilmu, yaitu 1 jenis Itihasa, 2 jenis Purana, 3 jenis Arthasastra, 4 jenis Ayur Veda, 5 jenis Gandharwa, dan 6 jenis Kamasastra. 1 Jenis Itihasa Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri atas dua macam, yaitu, a Ramayana yang terdiri atas tujuh kanda, dan b Mahabharata, terdiri atas 18 buah buku Parwa. Kitab Mahabharata terdiri atas dua buku suplemen yaitu kitab Hariwamsa dan Bhagavad Gita. Mahabharata, lebih muda umurnya dari Ramayana dan menurut Prof. Pargiter kejadian Bharata Yudha diperkirakan pada ± 950 Tetapi tradisi meletakkan kejadian itu pada permulaan zaman Kaliyuga 3101 Kitab Mahabharata menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan isinya menggambarkan pecahnya perang saudara antara bangsa Arya sendiri. Kitab ini meliputi 18 buah buku Parwa yaitu Adi Parwa, Sabha Parwa, Wana Parwa, Wirata Parwa, Udyoga Parwa, Bhisma Parwa, Drona Parwa, Karna Parwa, Salya Parwa, Sauptika Parwa, Santi Parwa, Anusasana Parwa Aswame-dihika Parwa, Asramawasika Parwa, Mausala Parwa, Mahaprasthanika Parwa dan Swargarohana Parwa. Parwa yang ke-12 merupakan parwa yang terpanjang yaitu meliputi 14000 stanza. Menurut tradisi Mahabharata ditulis oleh Bhagawan Wyasa Abyasa. Selain kedelapan belas parwa itu terdapat pula dua buku suplemen yaitu Hariwamsa dan Bhagavad Gita. Bhagawan Wyasa dikenal pula dengan nama Krsnadwipayana, putra Maha Rsi Parasara. Maha Rsi Abyasa Wyasa terkenal bukan saja karena karya Mahabharatanya tetapi juga karena usahanya disumbangkan dalam menyusun kodifikasi Catur Veda itu. Mahabharata banyak menggambarkan kehidupan keagamaan, sosial, politik menurut agama Hindu, yang mirip dengan Dharmasastra dan Wisnusmrti. Hariwamsa membahas mengenai asal mula keluarga Bhatara Krisna seperti pula yang dapat kita jumpai di dalam Wisnupurana dan Bhawisyaparwa, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201498. 2 Jenis Purana Purana merupakan kumpulan cerita kuno yang isinya memuat “Case Law” dan tradisi tempat setempat. Adapun jenis kitab Purana itu adalah Brahmanda, Brahmawaiwarta, Markandhya, Bhawisya, Wamana, Brahma, Wisnu, Narada, Bhagawata, Garuda, Padma, Waraha, Matsya, Kurma, Lingga, Siwa, Skanda, dan Agni. Ada pula yang menambahkan dengan nama Wayupurana, tetapi nyatanya kitab ini dikelompokkan ke dalam kitab Bhagawata Purana. Berdasarkan sifatnya kedelapan belas purana itu dibagi atas tiga kelompok, yaitu a Satwikapurana terdiri dari Wisnu, Narada, Bhagawata, Garuda, Padma dan Waraha. b Rajasikapurana terdiri dari Brahmanda, Brahmawaiwarta, Markan-dya, Bhawisya, Wamana dan Brahma. c Tamasikapurana terdiri atas Matsyapurana, Kurmapurana, Lingga-purana, Siwapurana, Skandapurana dan Agnipurana. Kitab Purana sangat penting karena memuat cerita yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah dijalankan. Kitab ini merupakan kumpulan jurisprudensi. Pada umumnya, suatu Purana lengkap dan baik memuat lima macam isi pokok. Menurut Wisnupurana III. 6. 24 menjelaskan bahwa isi kitab Purana meliputi hal-hal 1 Cerita tentang penciptaan dunia Cosmogony. 2 Cerita tentang bagaimana tanda dan terjadinya pralaya Kiamat. 3 Cerita yang menjelaskan silsilah dewa-dewa dan bhatara. 4 Cerita mengenai zaman Manu dan Manwantara. dan 5 Cerita mengenai silsilah keturunan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa. Adapun yang tergolong Upa Purana sebanyak 18 juga, yaitu Sanatkumara, Narasimaka, Brihannaradiya, Siwarahasya, Durwasa, Kapila, Wamana, Bhargawa, Waruna, Kalika, Samba, Nandi, Surya, Parasara, Wasistha, Dewi-Bhagawata, Ganesa dan Hamsa. 3 Arthasastra Arthasastra adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan menurut bidang ini, antara lain Kitab Usana, Nitisara, Sakraniti dan Arthasastra. Jenis Arthasastra lah yang paling lengkap isinya menguraikan tentang tata pemerintahan negara. Pokok-pokok ajaran Arthasastra terdapat pula di dalam Ramayana dan Mahabharata. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Niti Sastra atau Rajadharma atau Dandaniti, Mudana dan Ngurah Dwaja, 201499. Bhagawan Brhaspati menggunakan istilah Arthasastra, yang kemudian Kautilya Canakya di dalam menulis kitabnya menggunakan istilah Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Niti Sastra mewakili empat pandangan teori ilmu politik, yaitu Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya sendiri. Penulis-penulis lainnya seperti Wisalaksa, Bharadwaja, Dandin dan Wisnugupta banyak pula sumbangan mereka. Jenis-jenis Arthasastra yang banyak digubah di Indonesia adalah jenis Usana dan jenis Nitisara di samping catatan-catatan kecil yang merupakan ajaran nibandha di dalam bidang Niti Sastra. Umumnya naskah-naskah itu tidak lengkap lagi sehingga bila ingin mengadakan rekonstruksi diperlukan data-data dan bahan-bahan untuk penulisannya kembali. 4 Ayur Veda Isi pokok dari kitab Ayur Veda menyangkut bidang ilmu kedokteran. Ada banyak buku terkenal antara lain Ayur Veda, Carakasamhita, Susrutasamhita, Kasyapasamhita, Astanggahrdaya, Yogasara dan Kamasutra. Pada umumnya kitab Ayur Veda erat sekali hubungannya dengan kitab-kitab Dharmasastra dan Purana. Ajaran umum yang menjadi hakikat isi seluruh kitab ini adalah menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Jadi Ayur Veda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena itu luas lingkup bidang isi ajaran dikodifikasikan di dalam bidang Ayur Veda dan meliputi bidang yang sangat luas, serta merupakan hal-hal yang hidup. Menurut materi, Ayur Veda meliputi 8 bidang ajaran umum, yaitu a Salya adalah ajaran mengenai ilmu bedah, b Salkya adalah ajaran mengenai ilmu penyakit, c Kayakitsa adalah ajaran mengenai ilmu obat-obatan, d Bhutawidya adalah ajaran mengenai ilmu psiko theraphi, e Kaumarabhrtya adalah ajaran mengenai pendidikan anak-anak dan merupakan dasar bagi ilmu jiwa anak-anak, f Agadatantra adalah ilmu toxikoloki, g Rasayamatantra adalah ilmu mukjizat, h Wajikaranatantra adalah ilmu jiwa remaja. Di antara jenis buku Ayur Veda yang banyak disebut namanya di samping Ayur Veda yang ditulis oleh Maha Rsi Punarwasu, terdapat pula kitab Caraka Samhita. Kitab ini pun memuat 8 bidang ajaran, yaitu ; a. Sutrathana yaitu ilmu pengobatan, b. Nidanasthana yaitu ajaran umum mengenai berbagai jenis penyakit yang umum, c Wimanasthana yaitu ilmu pathology, d Sarithana yaitu ilmu anatomi dan embriology, Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014100. e. Indriyasthana yaitu mengenai bidang diagnosa dan prognosa, f. Cikitasasthana yaitu ajaran khusus mengenai pokok-pokok ilmu therapy, g. Kalpasthana, h. Siddhisthana. Kedua bidang terakhir merupakan ajaran umum mengenai pokok-pokok ajaran bidang therapy. 5 Gandharwa Veda Gandharwa Veda adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting antara lain; Natyasastra meliputi Natyawedagama dan dan lain-lain, jenis kitab ini belum banyak digubah di Indonesia. Berdasarkan uraian ini kiranya dapat dicermati bahwa betapa luas Veda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam menggunakan ilmu Veda itu sebagai sumber upaya hukum yang perlu dipedomani adalah disiplin ilmu karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Veda secara sempurna. Menurut tradisi yang lazim diterima oleh para Maharhsi penyusunan atau pengelompokkan materi yang lebih sistematis maka sumber hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti, dalam pengertian Sruti di sini tidak tercatat melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya. Namun dapat kita lihat yang tercatat pada Veda Smrti karena merupakan sumber dari suatu ingatan dari para Maharshi. Untuk itu sumber – sumber hukum Hindu dari Veda Smrti dapat kita kelompokkan menjadi dua yaitu seperti di bawah ini. Kelompok Upaveda/Veda tambahan Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Veda dan Gandharwa Veda. Kelompok Vedangga/Batang tubuh Veda Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa. Bagian terpenting dari kelompok Vedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra. Sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma. Kitab – kitab yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu dapat dilihat dari berbagai kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Veda di antaranya; a Kitab Sarasamuscaya, b Kitab Suara Jambu, c Kitab Siwasesana, d Kitab Purwadigama, e Kitab Purwagama, f Kitab Dewagama Kerthopati, g Kitab Kutara Manuwa, h Kitab Adigama, i Kitab Kerthasima, j Kitab Kerthasima Subak, dan k Kitab Paswara, Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014101. Dari jenis kitab di atas memang tidak ada gambaran yang jelas atas saling hubungan satu dengan yang lainnya, juga dari semua kitab tersebut memuat berbagai peraturan yang tidak sama satu dengan yang lainya, karena masing – masing kitab tersebut bersumber pada inti pokok peraturan yang ditekankan, Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014102. Perenungan Rg Veda IV. 26. 1 "Ahaṁ manur abhavaṁ sūryaṡ ca ahaṁ kakṣivaṁ ṛṣir asmi viprah, ahaṁ kutsam arjuneyaṁ ny ṛnje ahaṁ kavir uṡana paṡyantā mā". Terjemahannya "Aku, bersabda sebagai kesadaran tertinggi, Aku adalah sumber utama permenungan dan cahaya yang tertinggi. Aku seorang ṛṣi yang dapat melihat jauh dan merupakan pusat orbit alam semesta. Aku mempertajam intelek, Aku seorang penyair, Aku memenuhi keinginan semuanya, oleh karena itu, wahai engkau semua, patuhlah kepada Aku". Referensi Mudana dan Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Buku Siswa / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. - Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 190 hlm.; 25 cm Untuk SMA/SMK Kelas XI Kontributor Naskah I Nengah Mudana dan I Gusti Ngurah Dwaja. Penelaah I Wayan Paramartha. – I Made Sutrisna. Penyelia Penerbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud Cetakan Ke-1, 2014
t4BQ. 135 33 361 328 261 342 278 28 177
kitab purwadigama bersumber pada kitab